Performance Art Manusia Lumpur (1)

Borobudur Links | Juli 06, 2009 | 12.25 wib | Label: Event and News


Menelanjangi Pemikiran Plato di Kaki Candi

Umar, Wawan, Codot, Sarli dan Antok, melaburi tubuhnya dengan lumpur basah. Dari ujung rambut hingga telapak kaki berbalut lumpur berwarna kuning kecoklatan.

Iringan jimbe menghentak, mereka lantas menari di pintu masuk taman wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang. Tangan dan kaki mereka bergerak kaku, tanpa suara mereka terus menari dan membentuk formasi-formasi unik.

Performance yang berjudul ‘’Manusia Lumpur’’ oleh Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) pimpinan Umar Khusaini itu menarik perhatian wisatawan domestik dan manca.

Pertunjukan itu menjadi hiburan tersendiri bagi wisatawan. Tak hanya melihat tapi mereka juga berinteraksi dengan seniman. Mendekat kepada seniman dan menirukan gerakan, kemudian diabadikan dengan kamera atau ponsel kamera.

‘’Sebenar sebentar jangan di pencet dulu. Susah amat menirukan gayanya,’’kata Nova wisatawan asal Bandung, yang menirukan gerakan salah seorang seniman yang sedang mengangkat kedua tangannya ke atas.

Formasi para penyaji performance art, lebih menyerupai patung. Ketika masing-masing individu berhenti tak pergerak mirip patung, antara gaya yang satu dengan yang lainnya berjarak kurang lebih 15 menit.

Jadi patung itu berubah-ubah gaya. Ada yang menungging atau menyerupai patung tokoh filusuf Yunani Plato. Umar Khusaini, mencoba memperagakan bagaimana murid dari Socrates dan guru dari Aristoteles tersebut.

Jauh menerawang apa yang diungkapkan oleh Umar, seperti mengingatkan siapa filsuf Plato yang lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM. Karyanya yang paling terkenal Republik dalam bahasa Yunani atau Politeia ‘’negeri’’.

Di mana ia menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan ‘’ideal’’. Bukan hanya gerakan mematung yang disuguhkan Umar. Tapi menelanjangi Plato dan pandangannya tentang ‘’Hukum’’.

Gaya itu mengingatkan saya, pada sumbangsih Plato yang terpenting mengenai ide. Dunia fana ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal.

Di dunia ideal semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual.

Misalkan saja konsep mengenai ‘’kebajikan’’ dan ‘’kebenaran’’. Bagaimana orang dari dulu memperdebatkan kebajikan dan kebenaran. Semua berfikir untuk menuju kebenaran, tapi tak semua orang terpacu pada titik klimaks kebajikan.

Candi Borobudur merupakan satu simbol antara kebajikan dan kebenaran dalam sebuah peradaban, tak hanya masa kejayaan dinasti Syalendra tapi hingga kini falsafah itu masih mejadi guru bagi umat manusia.

Ada yang berpendapat bahwa Plato adalah filsuf terbesar dalam sejarah manusia. Semua karya falsafi yang ditulis setelah Plato, hanya merupakan ‘’catatan kaki’’ karya-karyanya saja.

Semua bisa digali semua bisa ditafsirkan, apa yang diungkapkan para seniman di kaki candi Borobudur tak hanya sebatas pertunjukkan. Tapi menembus batas imajinasi dan pemikiran falsafah di dunia ini.

‘’Ini merupakan ujicoba performance setiap akhir pekan. Setiap pekannya dengan tema yang berbeda-beda akan terus menunjukkan eksistensi sebagai seniman yang hidup di kaki candi,’’katanya.

Dikatakannya, daya tarik wisatawan luar biasa. Mereka tak hanya melihat pertunjukkan tapi juga mampu berinteraksi. Bahkan sebagian besar dari mereka memberikan saweran di depan seniman.

‘’Meski hanya uang ribuan, tapi sangat berarti bagi kami sebagai wujud cinta mereka pada pertunjukan kami,’’katanya.(Sholahuddin al-Ahmed)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich