Performance Art Manusia Lumpur (2-habis)

Borobudur Links | Juli 06, 2009 | 12.29 wib | Label: Event and News


Mengantarkan Wisatawan Mehamami Keagungan Borobudur
Diantara kerumunan wisatawan manca dan domestik yang berkunjung ke objek wisata Candi Borobudur, lima orang seniman bercengkrama tanpa kata. Mereka lebih pada eksplorasi gerak.

Membentuk formasi yang terkadang sulit untuk ditafsirkan. Para wisatawan penasaran ingin menirukan gaya mereka. Mengabadikan dengan kamera ponsel atau kamera saku.

Peformance art yang berjudul ‘’Manusia Lumpur’’ itu tak hanya memerankan lima seniman yang tergabung dalam Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI), tapi para pengunjung juga ikut berperan.

Meraka enjoy berjajar dengan para aktor. Memang tak ada ungkapan kata dari para seniman. Tapi bahasa tubuh itu bisa dimaknai sebagai interaktif dengan penonton.

Performance dihadirkan di situ tentu bukan hanya dimaksudkan untuk tontonan saja. Tapi lebih jauh itu bisa mengantarkan para wisatawan memahami relief batu berundak itu.

Menyadarkan mereka akan pentinya sebuah menghargai sejarah dan benda-benda peninggalan berupa artefak-artefak, candi, prasasti, atau yang lainnya.

Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi itu berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur.

Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar.

Kemudian pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825.

Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Semua keagungan peradaban masa lalu bisa didalami di sana.

Gerlar performance art setiap akhir pekannya, seakan menjadi sebuah mengantar para wisatawan menyelami dan memahami sejarah Borobudur. Begitu banyak relief yang bisa dibaca dan diterjemahkan.(Sholahuddin al-Ahmed)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich