Dibalik Festival Lima Gunung ::2::
Borobudur Links |
Juli 31, 2009 |
14.09 wib |
Label:
art and culture,
Event and News,
festival lima gunung,
Tourism
Follow @tamanmerah
Pengharapan Hasil Panen Melimpah
oleh Ahmad Polo
Bentang alam di sekitar Dusun Mantran, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, menyuguhkan panorama yang elok. Gunung Andong, Merbabu dan Merapi terlihat membentengi wilayah itu.
Tanaman holtikultura menghampar di tagalan, dan tanaman pagi menghijau di persawahan. Dari hasil bumi itu lebih dari cukup menghidupi keluarga di sana, yang sebagian besar mata pencahariannya petani.
Sebuah kebanggaan dan penghormatan ketika Festival Lima Gunung digelar di dusun tersebut. Masyarakat di sana seperti menyambut hari raya Idul Fitri, masak besar untuk menyambut sanak saudara dan pengunjung.
Siapapun mereka warga akan menyambutnya dengan ramah dan menawari bisa mampir ke rumah dan bersantap dengan menu seadanya. Itulah budaya mereka, penuh keramahan dan persaudaraan.
‘’Tamu itu bagaikan raja, dan ketika bertamu wajib makan,’’kata Parijo (45) salah seorang warga Mantran.
Selama ladang masih memberi penhidupan, menurutnya, warga akan selalu menjamu para tamu, meskipun hanya makan nasi dan sayuran hasil dari sawah dan tegalan.
Diantara petani itu masih ada senyum pengharapan akan limpahan panen, dengan bersedekah kepada warga dengan melalui jamuan makan. Mereka percaya dengan turut meramaikan acara akan menjadikan hasil buminya melimpah.
Kearifan lokal sana juga ditonton oleh Sohn Jin Chaek, Presiden/Artistic Director Michoo Theatre Company Korea. Manuel Lutgenhorst Production Direktor Film Maker New York, Sal Murgianto Kritikus Tari, Narumol Thammapruksa dosen Teater dari Chiangmai Thailand.
Orang-orang yang memiliki jam terbang tinggi kelas International itu seakan kagum melihat kegilat seniman dan warga yang secara spontan memberikan sambutan yang luar baisa pada tamunya.
Sal Murgianto, mengatakan seniman desa menunjukkan eksistensinya. Ketika desa menjadi kota dan para seniman mengekspresikan kepribadiannya seringkali melupakan dan terpisah dengan masyarakat desa setempat.
Tapi dalam Komunitas Lima Gunung, lanjut dia, seniman lebih dekat dengan masyarakat, meski telah memiliki jam terbang tinggi pentas diberbagai kota. Dengan demikian seni budaya berdenyut di pedesaan dan menjadi pedoman bagi Jawa, Indonesia dan dunia
Anda bisa posting-ulang artikel ini atau dengan mencantumkan link ini:
http://borobudurlinks.blogspot.com/2009/07/dibalik-festival-lima-gunung-2.html
http://borobudurlinks.blogspot.com/2009/07/dibalik-festival-lima-gunung-2.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar