Dibalik Festival Lima Gunung ::1::
Borobudur Links |
Juli 31, 2009 |
14.05 wib |
Label:
art and culture,
Event and News,
festival lima gunung,
Tourism
Follow @tamanmerah
Bakul Jajan Ikut Ketiban Rejeki
oleh Ahmad Polo
Tak ada yang bisa membendung bunyi gemerincing kaki para penari grasak. Kakinya terus mengepak ke tanah, tangannya gemulai seperti menantang langit. Bunyi nin nong ning gong, terus menderu dan menggema diantara Gunung Andong dan Merbabu.
Di saat senja tari Grasak dari Petung sisi barat Lereng Gunung Merbabu, menyapa para pengunjung Festival Lima Gunung ke-8, di Dusun Mantran, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
Semakin malam pementasan di panggung utama festival semakin semarak. Para wisatawan manca negara berdatangan, yang sebagiannya adalah tamu dari hotel Amanjiwo.
Ketika senja berganti malam, pesan pendek masuk ke ponsel saya. Pengirimnya adalah Pimpinan Komunitas Lima Gunung, ‘’Semakin malam semakin seru, bule-bule tambah banyak,’’.
Dia seperti mengekspresikan bahwa kebahagiaan dalam pementasan itu adalah milik warga dunia. Tak hanya warga Indonesia tapi juga wisatawan dari berbagai negara turut menikmati.
Warga masyarakat sekitar juga antusias, dari pagi hingga malam panggung utama tak pernah sepi dari penonton. Meski berdesak-desakan di luar pagar pementasan, mereka tetap menikmatinya.
‘’Tontonan seperti ini tak selalu ada, kami senang menikmati suasana ini. Sabil lihat bule-bule yang putih-putih,’’kata Rondi (28) warga setempat.
Dia bersama teman-temannya, sejak pagi berada di lokasi pementasan. Dia hampir menikmati setiap pementasan yang disajikan sedikitnya 20 kelompok seniman.
Festival yang mengusung tema ‘’Cokro Manggilingan Jiwa’’, seluruh komunitas yang tersebar di berbagai gunung, antara lain Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing dan Menoreh tak ada yang ketinggalan mempersembahkan tarian terbaiknya.
Diluar arena pertunjukan, terlihat ada geliat ekonomi. Pedagang makanan, jajanan dan mainan turut mendapatkan dampak dari ramainya acara. Mereka berasal dari desa-desa di Kecamatan Ngablak.
‘’Lumayan mas dari pagi hingga sore mendapatkan Rp 100.000. Biasanya kalau jualan di rumah hanya dapat Rp 20 ribu,’’kata Siti (50) penjual jajanan dan minuman.
Dia seperti ketiban rejeki, omzetnya meningkat lima kali lipat. Perputaran uang di desa itu menjadi lebih baik dari biasanya. Meski kegiatan seperti tak selalu digelar di Mantran, tapi minimal keramain penyelenggaraan festival tahun ini bisa menjadi pengharapan baru bagi dia.
Anda bisa posting-ulang artikel ini atau dengan mencantumkan link ini:
http://borobudurlinks.blogspot.com/2009/07/dibalik-festival-lima-gunung-1.html
http://borobudurlinks.blogspot.com/2009/07/dibalik-festival-lima-gunung-1.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar