Oleh Mualim M Sukethi.
Borobudurlinks, 30 April 2012.
Sore itu, 14/4, Jalan Pemuda Magelang macet total. Ternyata di ujung jalan,
mulai depan Toko Mustika hingga perempatan Tugu Adipura, jalanan diokupasi
separo untuk hajatan menyambut Putri Indonesia Pariwisata. Tugu itu dihias
berbagai macam bunga, sesuai dengan tulisan ‘Magelang Kota Sejuta Bunga’ yg
terpampang besar di samping tugu. Eiit..nanti dulu, ternyata slogan “Sejuta
Bunga’ itu manipulative alias menipu. Karena hiasan ratusan kuntum bunga yang
nampak indah itu sebagian besar adalah bunga plastic dan sejenisnya.
Terdorong rasa penasaran, saya
mencoba menyusuri kota untuk menemukan kuntum bunga sebagai peneguh slogan yang
terkesan gagah itu. Ternyata saya hanya menemukan beberapa gerumbul bunga kana
dan bogenvil di taman (RTH) di pinggir jalan A.Yani (Menowo). Bunga kana juga
saya temukan di taman kecil menuju rumah dinas walikota.
Soal bunga plastic dan kertas
itu juga muncul saat ‘Parade Budaya’ dan ‘Magelang Nite Carnival’, beberapa
hari kemudian. Hampir semua kendaraan hias dipenuhi bunga plastic atau kertas…
Tentu dengan slogan ‘Kota Sejuta Bunga’ menolok mata tanpa rasa bersalah.
Bahkan mobil hias Putri Pariwisata juga dipenuhi bunga plastic. Kecantikan putri
itu jadi nampak semu karena bunga-bunga artificial itu.
Dari media local yang
mewartakan HUT Kota Magelang 2012, ternyata bersamaan rangkaian acara ultah, itu pemkot Magelang mencanangkan “Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga’.
Mungkin karena hanya pencanangan, pemkot dan lembaga pendukungnya tidak merasa
bersalah kalau menampilkan bunga plastic dan sejenisnya. Padahal bagi pecinta
lingkungan sejati, plastic yang tak bisa diurai adalah musuh utama lingkungan
hidup. Tren masa kini bagi masyarakat yang akrab lingkungan adalah mengurangi
pemakaian plastic dalam pola hidup sehari-hari.
Mungkin bagi jajaran aparat
yang tak paham makna lingkungan hidup itu, toh ada beberapa tahapan dari mulai
penanaman, penyemaian, dan sebagainya hingga benar-benar kota itu bertabur
bunga. Itu maunya……dan kita pantas berharap hal itu dapat terlaksana.
Saya sendiri sudah mendengar
dan membaca tentang slogan ‘Magelang Kota Sejuta Bunga’ itu. Paling tidak sejak
Desember 2011, saat terakhir saya ke Magelang. Mestinya masih cukup waktu
seandainya pemkot berniat mewujudkan tahapan awal realisasi slogan itu. Minimal
mewarnai ruang public atau RTH, seperti Alun-alun, Taman Badakan, Taman Menowo,
sebagai percontohan taman bunga.
Dengan cara itu masyarakat
didorong untuk bergerak menanami halaman rumahnya atau ruang terbuka di sekitar
lingkungannya dengan tanaman bunga. Sebab sekarang ini, secara umum, budaya menanam bunga mungkin bukan budaya
masyarakat dan pemkot Magelang. Lihat
saja, ruang terbuka hijau (RTH) yang semakin menipis di kota itu. Mungkin
karena berada di ketinggian, sehingga iklimnya berhawa sejuk, maka masyarakat
selama ini kurang memerlukan tanaman sebagai pelindung sengatan panas atau
penghasil oksigen.
Jadi jangan heran kalau
sesungguhnya RTH yang ada di Kota Magelang tinggal Alun-alun, Badakan, dan
Gunung Tidar. Itu pun bukan kreasi atau produk pemerintahan kota Magelang.
Alun-alun dan Badakan adalah warisan pemerintah colonial Belanda. Sedangkan
Gunung Tidar adalah hibah dari Akademi Militer (Akmil).
Beberapa ruang public justru
‘dijual’ kepada swasta dan jadi bangunan yang hanya bisa dinikmati elit
Magelang, atau menjadi bangunan ekonomi yang gagal. Seperti Taman Gladiol yang
berubah jadi komplek rumah mewah. Atau komplek shooping centre yang gagal
mengundang warga untuk bershooping-ria. Atau bekas Terminal Tidar yang
‘ngonggrok’ karena gagal jadi komplek pertokoan. Kalau masyarakat Magelang,
atau LSM-nya, cukup kritis, mestinya proses ‘penjualan’ atau pemindah- tanganan
sarana public itu ke tangan swasta pantas dipertanyakan atau digugat.
Jadi bapak-ibu yang merasa
mempunyai Magelang, bunga palstik bukan awalan yang mendidik. Itu artificial
dan manipulative. Jangan-jangan nanti masyarakat berbondong-bondong menghiasi
rumah dan halaman dengan bunga plastic meniru para pejabat dan elitenya (bolinks@2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar