BERIKAN YANG TERBAIK, RESEP ROY GENGGAM.

Borobudur Links | November 08, 2011 | 22.18 wib | Label: art and culture



Oleh: Sakya Suu Kyi.

Borobudurlinks, 8 November 2011.
Roy Genggam nampak terpana di depan beberapa lukisan Affandy. Dengan serius sambil sesekali memotret, fotografer kondang, itu mengamati ratusan koleksi senirupa di Museum OHD (Oei Hong Djien) Magelang. “Saya sampai keluar keringat dingin menyaksikan lukisan-lukisan ini, “ katanya. Yang pasti fotografer yang dulu bercita-cita menjadi pelukis ini sangat terkesan oleh karya senirupa koleksi Museum OHD yang dianggap terbaik di Indonesia itu.
Memang sebelum memulai acara ‘Sarasehan Fotografi Bersama Roy Genggam’, 29 Oktober 2011, panitia dari ‘borobudur MOVIE links’ (BML) sempat membawa rombongan Roy bersama tim Nikon mengunjungi museum yang bisa jadi ikon baru kota Magelang itu. “Kami sengaja membawanya ke Museum OHD. Untuk menunjukkan bahwa Magelang layak disebut kota kebudayaan, bukan hanya kota militer, “ kata Mualim Sukethi, Pembina BML, yang pagi itu berfungsi sebagai pemandu.
Kekaguman yang sama nampak pada wajah sekitar 100 hadirin yang memenuhi lantai 2 Syang ArtSpace, Magelang, yang jadi lokasi ‘Sarasehan Fotografi Bersama Roy Genggam’. Khususnya saat fotografer jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu menampilkan karya-karyanya lewat proyeksi OHP.
“Ternyata hampir semua iklan yang terpampang di media cetak mau pun out-door itu hasil jepretan Roy Genggam, “ kata Kusumawardhani, interior-designer, yang khusus datang dari Bandung untuk mengikuti acara ini. Terlihat di layar OHP deretan produk dan bintang iklan terkenal tampil satu persatu.
Tak hanya terhadap karya-karyanya, peserta juga sangat terkesan terhadap penampilan Roy sebagai seminaris. Ia membeber banyak persoalan fotografi dan menjawab pertanyaan dengan fasih. “Roy sangat menguasai masalah fotografi hingga ke detailnya, baik teknik mau pun estetik, “ tambah Kusumawardhani, jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang pernah belajar fotografi pada seorang fotografer terkenal di Bandung.
Dalam sarasehan sepanjang 5 jam (13.30-18-30) itu berbagai persoalan fotografi dibahas secara tuntas, dari masalah teknis, estetik, manajemen, hingga personalitas, yang dianggap sebagai factor yang harus dikuasai bagi seseorang yang ingin berkarir sebagai fotografer professional. Sungkono, fotografer senior Magelang, misalnya, mempertanyakan teknik pemotretan high-light. Ia menunjuk contoh foto-art ‘Mercy C-300’ karya Roy, dimana semua obyek, latar belakang, serta asesorisnya berwarna putih. Roy pun menjelaskan teknik pemotretan ‘white on white’ dengan gamblang dan detail.
“Sebetulnya saya sudah lama mengenal nama Roy Genggam, sejak ia banyak memotret interior. Tapi baru kali ini bisa jumpa secara langsung. Dan saya puas atas penjelasannya yang gamblang tadi, “ kata fotografer berambut perak itu. “Yang pasti, saya berterimakasih pada borobudurlinks yang telah mendatangkan fotografer sekelas Roy ke Magelang, “ sambungnya.

Bahkan untuk kasus sebaliknya, ‘black on black’, Roy memeragakannya lewat workshop. Ia dibantu Solihin dan Eko, 2 asistennya, membuat ruang sedehana lewat sekat-sekat kain hitam-puitih. Di tengahnya di atas meja yang juga dialasi kain hitam diletakkan beberapa botol berbagai jenis, yang juga dicat hitam. Dengan hanya menggunakan dua lampu flash sederhana, maka bisa dihasilkan foto konfigurasi berbagai botol hitam yang bentuk botolnya tergaris melalui cahaya tipis. Sederhana namun tetap artistic.
“Kuncinya pada light-meter. Kendati kamera digital saat ini banyak menawarkan menu pengaturan cahaya, tapi aku lebih percaya pada akurasi yang dihasilkan light-meter, “ kata Roy sembari mengukur beberapa sudut cahaya menggunakan pengukur intensitas cahaya itu. “Sekarang ini setiap seminar selalu kutanya siapa peserta yang memiliki lightmeter. Jawabnya hanya satu-dua. Padahal semestinya fotografer professional memiliki alat ini “.

PORTOFOLIO.

Roy juga berbagi lewat pengalamannya dari mulai sebagai fotografer majalah hingga menduduki posisi sebagai fotografer papan atas. Selepas menempuh studi di IKJ, Roy sempat menjadi fotografer tetap di majalah ASRI dan Laras, keduanya majalah interior. Masing-masing selama 2 tahun.
“Setelah cukup dikenal, saya memutuskan keluar dari dunia press, dan membangun karir sebagai fotografer professional, “ cerita Roy, yang terkenal perfeksionis ini. Roy memulainya lewat studio kecil "Genggam Photography' yang dikelolanya di rumah kontrakan di daerah Tebet, Jakarta Selatan.
Kehadiran Roy di dunia fotografi komersial cukup mengejutkan. Dibantu seorang desainer grafis yang cukup ternama, Roy menerbitkan sebuah kalender 6 halaman yang menampilkan karya-karya awalnya, baik berupa foto produk mau pun art-foto. Mengejutkan karena saat itu belum pernah ada seorang fotografer membuat kalender pribadi. Apalagi karya-karya yang terpampang cukup meyakinkan sebagai fotografer professional.

Cukup banyak creative dan art-director biro iklan yang menyambut kehadiran Roy. Order memotret pun mengalir. “Tapi mereka juga kaget. Ternyata karya-karya fotografi itu dihasilkan dari studio kecil yang terletak di gang sempit, “ kenangnya. Bahkan, cerita Roy, para pelanggan di awal karirnya itu mau berjalan kaki masuk gang menuju studionya, karena mobil mereka harus parkir di pinggir jalan raya.
Sejak itu Roy merasa PD untuk ‘menawarkan’ dirinya lewat portofolio. Maka setiap tahun mengalirlah portofolio dirinya, yang selalu dikerjakannya bersama desainer ternama. Setiap tahun nama dan karyanya juga selalu tercantum dalam ‘Art Director Index of Photography’, sebuah buku yang berisi nama-nama fotografer komersial kelas dunia.
Beberapa karya fotonya dimuat dalam buku-buku ‘Pro Lighting’ terbitan Rotovisio Switzerland. Foto-foto karya Roy juga digunakan untuk presentasi ‘Hasselblad 50 th’, di Cologne Fotokina 1998. Pada tahun yang sama pula, salah satu fotonya memenangkan sayembara foto Hasselblad International, yang memberinya hadiah berupa kamera medium Hasselblad berlapis emas.
“Tanpa banyak bicara, lewat portofolio atau buku semacam itu, client mengetahui kualitas karya kita, “ tegas Roy. Selain itu agar namanya tetap berkibar, sesekali Roy juga masih bersedia memotret untuk kepentingan media cetak. Terutama majalah interior, gaya hidup, dan kuliner, dengan alasan media-media itu masih mengandalkan foto-foto bagus sebagai kekuatan visualnya.
Beberapa grup media besar seperti KKG (Kelompok Kompas Gramedia) juga memanfaatkan Roy untuk memberikan pembekalan bagi para fotografer muda yang baru bergabung. Dan kini Nikon, salah satu merk yang mengendalikan pasar kamera di Indonesia, tak mau ketinggalan memanfaatkan keahliannya untuk memberikan seminar di beberapa kota.
Pencapaian Roy itu ternyata tak mengagetkan bagi Mualim Sukethi, sahabat karibnya sejak kuliah di IKJ. Menurut Pembina BML ini, Roy sudah menunjukkan bakatnya yang kuat di bidang fotografi. “Ketika kuliah dulu Garin Nugroho selalu memercayai Roy sebagai cameraman film-filmnya, “ kata Mualim, yang dulu juga satu kelompok kerja praktek dengan Roy dan Garin.
Roy juga dikenal sebagai fotografer yang tak gampang puas. Upayanya untuk mengembangkan diri kiranya pantas menjadi suri tauladan. "Saya pernah nonton pameran yang diadakan APPI (Asosiasi Photographer Profesional Indonesia), yang anggotanya fotografer top di Jakarta seperti Darwis Triadi, Artli, Kayus Mulia, dll. Ketika yang lain masih asyik motret model atau lanskap, Roy sudah memamerkan art-foto dengan teknik air-brush. Sesuatu yang baru bagi dunia fotografi di Indonesia. Karena saat itu belum ada teknik digital, masih analog, " ungkap Mualim tentang kelebihan sahabatnya itu.
Dan ketika teknologi digital masuk Indonesia, Roy berusaha mempelajarinya secara otodidak. "Hampir tiap pagi saya mendahului datang ke studio. Sedikitnya 1-2 jam saya mempelajari photoshop dan lain-lain teknologi digital photography, " cerita Roy tentang kerja kerasnya saat itu.
Bagi Mualim, pencapaian yang pantas diketahui dari seorang Roy Genggam adalah posisinya sebagai satu diantara fotografer komersial termahal dan terlaris di Indonesia. Yang unik, banyak produk atau brand besar yang sebenarnya satu jenis usaha, tapi mereka bisa mempercayai pemotretan iklannya pada satu fotografer.
"Tak ada conflict of interest di situ, " papar Mualim, semebari menyebut beberapa contoh brand atau produk seperti: Bank Mandiri, Bank BNI, hingga Citibank.
Apalagi yang harus dimiliki dan disiapkan seorang fotografer agar bisa mencapai kelas professional seperti Roy Genggam ?
“Dukungan tim manajemen yang juga professional, “ jawab Roy yakin, sembari menyebut istrinya yang bernama Artie R Genggam sebagai manajernya yang handal. Selain istrinya, di dalam tim manajemen ‘Genggam Photography’ juga bergabung beberapa tenaga kerja yang professional di bidangnya, seperti desainer grafis, art-director, hair stylish, penata busana, asisten, dll. Dengan jajaran tim pendukung yang professional itu Roy bisa lebih focus dan menghasilkan karya-karya yang berkualitas.
Selain itu pencapaian Roy juga didukung oleh perangkat fotografi terbaik yang ia gunakan. Beberapa distributor kamera atau lighting-system merk terkemuka berlomba-lomba mendekati Roy agar menggunakan perangkat yang mereka pasarkan. Ada yang sekedar meminjami agar mendapat kesan bahwa produknya sudah digunakan Roy Genggam, dan imej perangkat itu diharapkan terangkat di mata fotografer lainnya. Ada juga yang memberikan diskon besar agar Roy membelinya.
“Sekarang ini di Jakarta studio kami dianggap yang terbesar dan terlengkap untuk keperluan foto komersial, “ jelas Roy ketika memperlihatkan beberapa kesibukan ‘behind the camera’ di studionya kepada peserta sarasehan. Beberapa peserta sempat terhenyak mendengar kehebatan perangkat yang dimiliki Roy serta berapa harganya.
“Dengan semua ini kami bisa memberikan kualitas karya terbaik, sekaligus juga pelayanan terbaik, “ tegas Roy tentang resep terpenting keberhasilannya sebagai fotografer professional. Kualitas karya terbaik, menurut ayah 3 anak, ini tidak hanya meningkatkan tarif dirinya sebagai fotografer. Tapi juga kebanggan dan kehormatan. “Saya termasuk sedikit fotografer yang tak mau menurunkan harga, di tengah persaingan harga dengan banyaknya fotografer muda yang pasang harga murah, “ imbuh Roy.
Tentang pelayanan ‘Genggam Photography’, seorang AE (Account Executive) dari agensi iklan terkemuka yang tak mau disebut namanya memberikan kesaksian “Bekerja di studio Roy bagi saya terasa berekreasi atau bermain-main. Selain tempatnya nyaman, di situ tersedia berbagai permainan seperti meja bilyar, mini-soccer, dan mainan anak-anak. Jadi selama menunggu camera set-up, kami bisa memuaskan naluri rekreasi kami, “ kata perempuan manis, yang kebetulan juga dibesarkan di Magelang itu.
Masalahnya bagi fotografer di daerah, perangkat terbaik itu tidak tersedia. Apakah dengan perangkat sederhana bisa menghasilkan karya berkualitas ?
“Bisa ! Kuncinya yaitu prinsip untuk memberikan yang terbaik bagi client, “ tegas Roy. Hal itu diperlihatkan lewat workshop sederhana yang diberikan Roy menjelang akhir sarasehan (bolinks@2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich