JAZZ RASA GETHUK DI MAGELANG.
Oleh: Mualim M Sukethi.
Borobudurlinks, 10 Oktober 2010. Jangan dikira music jazz yang cenderung eksklusif hanya tampil di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Jogyakarta. Kini pertunjukan music jazz juga bisa dinikmati warga kota Magelang. Setelah sebelumnya saudara-saudaranya di wilayah kabupaten bisa nonton music ‘bawaan Paman Sam’ itu di Studio Mendut, di panggung Candi Borobudur, atau di desa-desa sekitar Merapi-Merbabu.
Sejak 6 (enam) bulan lalu secara embrional telah lahir kelompok pecinta music jazz di kota Magelang. Kelompok yang menamakan ‘Magelang Jazz Community’ atau Komunitas Musik Jazz Magelang itu secara rutin berkumpul dan menggelar pertunjukan setiap sabtu malam. Selain kumpul-kumpul komunitas itu juga tak lupa menggelar pertunjukan, yang kemudian popular disebut ‘Jazz Ngisor Asem’. Julukan itu mengacu pada arena pertunjukan yang tepat berada di bawah pohon asem, di samping warung Kucing Gunung, Jalan Veteran Magelang.
Bermula dari Darmadi yang membuka warung angkringan di kaki lima Jl. Veteran, atau tepatnya di samping pintu belakang kantor Diklat Keuangan. Warung yang popular disebut Kucing Gunung itu kemudian menjadi tempat tongkrongan favorit kalangan ‘gaul’ Magelang. Di antara pelanggan setianya antara lain Rudy JetVoice - musisi veteran, dan Randy – pemilik sound-system.
Ketiga orang itu lalu sepakat untuk membuat pertunjukan music sederhana, mengambil tempat halaman kantor Diklat Keuangan menghadap jalan Veteran, persis di samping warung Kucing Gunung. Gelaran rutin setiap sabtu malam itu menampilkan sajian music jazz, sesuatu yang relatif anyar bagi warga Magelang.
“Awalnya Randy nyediain sound-systemnya. Lalu Rudy dan musisi lainnya bawa alat-alat sendiri …jreng, jadilah pertunjukan setiap malam minggu, “ kata Darmadi menggambarkan kesederhanaan gelaran seni yang ia kelola itu.
Ternyata gelaran music sederhana itu mendapat sambutan dari warga Magelang. Setiap malam minggu, halaman kantor yang tak begitu luas, itu dipadati sekitar 40-50 peminat music jazz. Tua muda, bahkan anak-anak, berkumpul di arena lesehan dengan panggung yang terkesan seadanya itu. Tak lupa mereka menikmati sajian makanan murah meriah khas angkringan yang disajikan Darmadi dan keluarganya.
Dalam perkembangannya, peminat jazz dari kota-kota lain pun berdatangan, khususnya warga Magelang yang telah merantau di berbagai kota. Dari Jakarta, Bandung, Jogyakarta, Semarang, Bali, dan lain-lain menyempatkan diri mengunjungi komunitas itu selagi di Magelang. Selain itu beberapa musisi jazz mapan juga rela menjadi ‘bintang tamu’, seperti BJ (Jogya) atau Yoyok (Bali), yang pada gelaran tanggal 9 Oktober 2010, tampil menunjukkan kebolehannya. Mereka juga tak segan berbagi ilmu dalam acara dialog atau klinik music yang menjadi selingan acara.
“Ini perkembangan menarik. Buat kota Magelang acara-acara semacam ini harus ada dan dipertahankan, “ kata Gagah M Adi, penyiar radio senior yang akrab dipanggil Gerry. Kalau sedang berada di Magelang, Gerry setia menyambangi komunitas itu, dan tentunya menyediakan diri berdialog dengan anggota komunitas. Mengingat Gerry, selain sebagai penyiar, adalah mantan bassist sebuah band rock pada jamannya, sehingga tak heran kalau memiliki wawasan memadai tentang music jazz.
Dukungan.
Selama 6 bulan gelaran rutin itu diadakan, praktis para aktivisnya mengeluarkan duit dari kantong sendiri untuk menjamin acara itu tetap berjalan. Sumbangan sekedarnya juga datang dari penonton dalam bentuk saweran.
Eksistensi komunitas yang berjalan konsisten selama 6 bulan itu kini berhasil menarik sponsor sebuah merk rokok ternama, seperti yang terlihat pada gelaran Sabtu, 9 Oktober 2010, lalu. Tapi jumlah sponsornya masih terbatas. Selain menyediakan 2 tenda dengan merk rokok serta background bertuliskan nama acara, sponsor itu juga memberi sedikit dana.
“Tapi dananya sekedar cukup untuk sewa sound-system yang lebih baik dari biasanya, “ ujar Darmadi. Maka ia mengharapkan uluran sponsor lain, agar gelaran ini semakin sempurna dan menjadi alternative hiburan bagi warga Magelang.
Mestinya dukungan bukan hanya dari sponsor atau saweran seadanya dari penonton. Pihak-pihak yang berkompeten dengan pengembangan senibudaya juga diharapkan memberi perhatian, taruhlah pihak Disporabudpar (Dinas Pemuda Olahraga Budaya Pariwisata) Kota Magelang, atau DKKM (Dewan Kesenian Kota Magelang).
Ternyata selama 6 bulan ini, pihak atau orang-orang dari kedua lembaga itu belum pernah hadir sekedar jadi penonton. “Tadi ada pejabat Pemkot yang datang. Tapi setelah tahu kami hanya menyediakan lesehan bersama penonton lain, ia langsung kabur nggak nongol lagi, “ cerita Darmadi.
Bakat Muda.
Yang menarik gelaran music jazz ini tak hanya memunculkan kembali nama-nama musisi veteran yang sekian puluh tahun malang melintang di dunia hiburan Magelang, seperti Rudy JetVoice, Sujud, Ririen, Aura, dll. Tapi juga banyak bakat muda yang ikut meramaikannya. Sebut saja Ubay, remaja SMP yang fasih meniup saxophone, yang bisa disebut bintang dalam setiap gelaran music ini. Atau Jovita, siswi klas 5 SD, yang malam itu mencuri perhatian penonton lewat kua-vokalnya yang ‘mendekati jadi’.
“Yang menggembirakan adalah munculnya banyak bakat muda di Magelang, “ tulis Tanto Mendut lewat sms ketika dimintai pendapat. Tanto sendiri, sebagai budayawan yang berpengaruh di Magelang, belum sempat hadir pada gelaran ini. “Tapi saya selalu mengintip dari jauh lho…” tambahnya.
Memang para jazzers muda itu belum semuanya tampil memadai. Banyak kelemahan mendasar untuk bisa memainkan jenis music jazz, yang menuntut penguasaan teknik serta improvisasi tinggi.
“Selain tekniknya masih lemah, mereka juga sering kebablasan dalam berimprovisasi, “ kata BJ, seorang instruktur drum di sekolah music The Rock pimpinan Achmad Dani, yang malam itu hadir untuk memberikan klinik atau pelatihan music secara spontan. Selain BJ juga ada Yoyok, pemusik jazz dari Bali, yang khusus memberi arahan teknik memainkan bass pada music jazz.
“Klinik music atau bincang-bincang sederhana (talk-show) akan menjadi menu tetap dalam setiap gelaran selanjutnya, “ kata Rudy, yang menjadi host setiap pertunjukan ini digelar. Seperti malam itu, yang tampil sebagai pembicara dalam talkshow adalah Gerry M Adi dan Mualim Sukethi.
Makin komplitlah gelaran jazz ini. Ada pertunjukan yang menghibur, sajian makanan murah meriah, klinik dan talkshow yang bergizi rohani, serta silaturahmi sesama penikmat jazz dan kalangan senibudaya lainnya. Apalagi ? Jadi bukan hanya gethuk yang eksis sebagai ikon Magelang. Suatu ketika akan lahir jazz rasa gethuk dari kota tercinta ini. (bolinks@2010).
Anda bisa posting-ulang artikel ini atau dengan mencantumkan link ini:
http://borobudurlinks.blogspot.com/2010/10/jazz-rasa-gethuk-di-magelang.html
http://borobudurlinks.blogspot.com/2010/10/jazz-rasa-gethuk-di-magelang.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hebat....semoga mgl yg pemkotnya carut marut, dan tidak pernah melirik rakyat jelata ini, akan kembali hidup. banyak jalan untuk kembali menghidupkan kota yg sejuk ini,walau lebih banyak kendalanya. Semoga komunitas jazz yg ada akan turut menghidupkan kembali kota tercinta ini.Meski belum bisa memberikan kontribusi secara langsung,namun sangat bangga akan lahirnya komunitas" dan kaum muda yg memunyai visi revolusioner untuk MEMAJUKAN KOTA TERCINTA INI.
BalasHapusSALUT !!
BalasHapusSemoga hal-hal semacam ini dapat kembali membangkitkan musik Magelang yang mulai lesu. Selain itu juga memperkaya khasanah musik Magelang, jadi ga melulu musik rock.... terus (but I love rock music :D), juga bisa memunculkan embrio-embrio baru musisi Magelang.
Selain itu, yang pasti semoga bisa menyehatkan aura musik Magelang yang selama ini selalu terasa kurang sehat.
(Kurang sehat ?!? yang bener ??? Hehe... tanya deh musisi-musisi senior Magelang)
Bravo Musik & Musisi Magelang !!