PERJALANAN HIDUP H.WIDAYAT.

Borobudur Links | Juli 07, 2010 | 15.25 wib | Label: creative people


Borobudurlinks, 7 Juli 2010. Widayat dilahirkan tanggal 9 Maret 1919 di Kutoarjo, Jawa Tengah dari ayah Danunoto dan Ibu Jumi. Widayat adalah anak pertama dari lima bersaudara, dan satu-satunya yang terjun di bidang kesenian (seni lukis). Bakat seninya itu tumbuh dari ibunya sebagai pembatik.
Pengalaman seni lukis Widayat cukup mengesankan. Setelah tamat HIS (Sekolah Belanda) di Trenggalek tahun 1937, ia pindah dan belajar di Bandung, Jawa Barat. Di kota inilah ia bertemu dengan “pelukis hari minggu” Mulyono, dan dapat dikatakan bahwa dari situlah karir kesenilukisan Widayat dimulai.
Tahun 1939, Widayat melamar sebagai pegawai kehutanan, sebagai juru ukur, dan ditempatkan di Palembang selama tiga tahun. Widayat melepas pekerjaannya saat Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942. Ia beralih menjadi juru gambar membuat peta rel kereta api Palembang.
Tahun 1945 ia bergabung dengan PMC (Penerangan Militer Chusus), dengan pangkat Letnan Satu . Selanjutnya bergabung dengan divisi Garuda Sumatera Selatan tahun 1945-1947, sebagai Pimpinan Seksi Penerangan. Di tempat inilah Widayat baru bisa meneruskan kembali semangat berkeseniannya lewat publikasi poster perjuangan.
Tahun 1950 ketika ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) dibuka di Yogyakarta, Widayat masuk dan menjadi salah satu dari 45 mahasiswa pertama yang di terima. Kawan seangkatannya antara lain : Hendro Jasmoro, Abas Alibasyah, Edhi Sunarso, Saptoto, Bagong Kussudiardjo, Gambiranom, Gregorius Sidharta, Abdul Kadir, R. Soetopo dan H.M. Bakir.
Berkat kerja keras dan bimbingan salah satu dosennya (Hendra Gunawan), tahun 1954 Widayat dapat menyelesaikan ASRI nya. Bersama-sama rekan seangkatannya yakni Sayoga, G. Sidharta, Murtihadi dan Suhendra, ia (Widayat) mendirikan PIM (Pelukis Indonesia Muda) di Yogyakarta. PIM merupakan sanggar yang menghimpun para seniman seni rupa yang ingin beraktifitas. Sambil aktif di PIM, Widayat dipercaya kembali ke almamaternya untuk mengajar di ASRI.
Pada tahun 1942 Widayat kawin dengan gadis cantik tetangganya bernama Soewarni dari Kutoarjo.
Dari hidup berumah tangga dengan Soewarni (isteri pertama), Widayat dikaruniai 5 (lima) orang anak (2 perempuan, 3 laki-laki), yang sekarang semua anaknya itu sudah berumah tangga. Kemudian pada tahun 1959 Widayat menikah untuk kedua kalinya dengan Soemini, asal dari Purworejo. Dari hasil perkawinanya itu juga membuahkan anak dengan jumlah enam orang anak (6 laki-laki). Dan semua anak-anaknya tersebut juga sudah berumah tangga.

Tahun 1960, Widayat memperoleh kesempatan belajar ke Jepang hingga tahun 1962. Di negeri sakura ini, Widayat menekuni dan memperdalam seni keramik, ikebana, pertamanan (gardening) dan grafis.
Begitu kembali ke Yogyakarta, ia ditunjuk sebagai Ketua Jurusan Seni Dekorasi (kini bernama Disain Ruang Dalam) dari tahun 1962-1983.
Pengalamannya sebagai Ketua Jurusan Diruda (Disain Ruang Dalam) dan semangatnya untuk mencoba berbagai media kesenian, ikut mendorong semangat mengkoleksi berbagai karya seniman-seniman yang dikenalnya.
Selain itu Widayat sendiri ternyata juga menjelajah wilayah seni patung, kriya dan mixed media. Selama berpuluh tahun mengajar, ia tidak pernah menghentikan aktifitasnya dalam melukis (berkarya), dan bersamaan dengan itu, ia juga melakukan pameran di berbagai tempat dan mendapat berbagai macam penghargaan.
Sejak menjadi pendidik di ASRI muncul obsesi untuk mendirikan museum. Niat itu baru terwujud pada tahun 1994, dalam bentuk bangunan megah yang terdiri atas dua lantai, yang terletak di Sawitan, Mungkid, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Sejak berdirinya museum, ia meninggalkan studionya yang terletak di sebelah selatan stadion Mandala Krida Yogyakarta (Sekarang Mien Gallery, Jl. Cendana 13 Yogyakarta), dan sepenuhnya menempati dan tinggal di museumnya.
Tahun 1998 Widayat memasuki masa pensiun dan tidak lagi mengajar . Pada tahun 1989 Widayat bersama Soemini (istri kedua) menunaikan ibadah haji. Soewarni (Istri pertama) telah lebih dulu menunaikan ibadah hajinya. H. Widayat wafat dalam usia 83 tahun, pada tanggal 22 Juni 2002, dan dimakamkan di Makam Seniman Imogiri , Yogyakarta, berdampingan dengan makam kedua isterinya yang telah wafat mendahuluinya.

PENGHARGAAN :

1952 Penghargaan dari Badan Musjawarat Kebudajaan (BMKM).
1972 Anugerah Seni Art Award dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1973 Pemenang Pertama Indonesia Biennialle I.
1986 Penghargaan Yogyakarta Biennialle.
1987 Lempad Prize.
1993 Penghargaan Asean Art Award.
1994 Penghargaan Budaya Upa Pradana dari Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah.
2002 Satyalencana Kebudayaan.
(Mualim M Sukethi/bolinks@2010).

4 komentar:

  1. Rhr. Mukti:
    pak, boleh share ke WM ku? sy ambil link-nya aja dari web bolinks. maturnuwun

    BalasHapus
  2. Mualim M Sukethi:
    @Mukti. Monggo, silakan.

    BalasHapus
  3. Sapto Nugroho:
    Kutoarjo? kampungku je

    BalasHapus
  4. Mualim M Sukethi:
    ‎@P'Sapto. Sdh berkunjung ke museumnya blom ? Pasti akan menambah kebanggaan sbg sesama Kutoarjoensis. Sekaligus mengasah dan mempertajam hati.

    BalasHapus
 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich