KENANGAN KECIL BERSAMA GUS DUR (04).

Borobudur Links | Mei 02, 2010 | 15.39 wib | Label: creative people


Oleh: Mualim M Sukethi.

Borobudurlinks, 2 Mei 2010.
Ada banyak kisah tentang spontanitas Gus Dur (GD) dalam menolong orang atau kelompok yang sedang bermasalah atau tertindas. Dalam menolong orang GD tak peduli pada hal-hal yang berbau protokoler. Ia tak pernah menunda, kalau memang ia bisa menolong saat itu juga.
Semasa hidup GD selalu menyediakan waktunya untuk menemui rakyat kecil. Kebiasaan itu berlangsung setiap pagi, bakda Shubuh, di rumahnya, di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan. Mungkin hanya GD, tokoh politik nasional, yang membuka pintu rumahnya bagi setiap orang tak terkecuali. Tak heran kalau setiap malam banyak orang yang menginap di mesjid yang terletak di depan rumahnya, agar pagi harinya berkesempatan menemui ‘sang guru bangsa’.
Untuk kepentingan penulisan scenario, penulis juga pernah mengikuti acara semacam ‘open house’ itu. Kalau orang lain diberi kesempatan menemui GD sekitar 5-10 menit, sesuai masalah yang dihadapi, penulis mendapat keluasaan mengikuti seluruh acara GD selama beberapa hari. Sehingga bisa mengamati langsung apa saja yang dilakukan GD sehari-hari yang layak ditampilkan sebagai materi penulisan.
Saat itu pada acara open-house, sepasang suami istri menemui GD. Setelah memahami apa masalah mereka, GD minta Suleman -- ajudannya, untuk menghubungi seseorang lewat handphone. Tanpa membuka catatan, GD menyebut deretan angka nomer telepon yang dimaksud. Dalam hal ini daya ingat GD memang luar biasa. Konon, ia mampu menghapal ribuan nomer telepon relasinya. Entah berapa nomer telepon yang mampu diingat GD sesudah beberapa kali terkena stroke.
Ternyata yang dihubungi mantan Ketua Umum PBNU itu adalah Kapolres Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kepada pejabat kepolisian itu GD menguraikan masalah yang dihadapi tamunya.
“Pak Kapolres, ini ada warga nadhiyin yang butuh pertolongan. Ia kredit mobil Toyota Kijang. Tapi kini mobilnya itu disita oleh dealer karena nunggak cicilan 3 bulan. Ketika sudah punya uang, dan berniat menebus mobil itu, ternyata mobil itu sudah dijual oleh dealer. Padahal selisih waktunya hanya beberapa hari,” kata GD, langsung di depan pasangan suami istri itu. Entah apa jawaban pak kapolres, yang pasti muka sepasang suami istri terlihat puas masalahnya sudah dijembatani oleh GD.
Sementara di belakang, seorang paspampres yang sehari-hari ditugasi mengawal mantan presiden itu, berbisik pada penulis. “Itulah Gus Dur. Tidak hanya repot ngurus bangsa dan Negara. Urusan orang kehilangan mobil kijang juga masih sempat diurusinya, “ kata pria tegap tapi ramah ini sembari tersenyum.
Kali lain, GD berusaha menolong beberapa pedagang makanan yang tempatnya akan ditutup oleh aparat pemkot Jakarta Selatan karena bermasalah. Para pedagang yang bersama-sama menempati sebuah rumah di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu menghubungi GD meminta dukungan.Siang itu rencananya petugas Pemkot Jakarta Selatan akan menutup warung itu.
GD datang menemui para pedagang, dan berusaha menguatkan mereka agar bersabar menghadapi berbagai cobaan, serta menghimbau agar Pemkot tidak berbuat semena-mena. Setidaknya kedatangan GD telah mampu menunda penutupan rumah makan. Namun kelegaan hati para PKL itu hanya berlaku beberapa hari. Rumah makan itu tetap ditutup. Pemkot tak peduli pada himbauan GD sebelumnya.
Memang tidak semua upaya GD dalam menolong rakyat berhasil. Kendati masih memiliki pengaruh yang besar, GD juga tak berusaha untuk memaksakan kehendak. Dengan langkah-langkahnya setidaknya GD telah menjalankan fungsinya sebagai pemimpin rakyat. Mau mendengarkan, mau menampung permasalahan, serta berusaha sebisa mungkin menolong rakyat.
Selain itu GD juga berusaha menyadarkan kepada masyarakat. Bahwa semua hal harus diperjuangkan hingga pada tingkat yang paling mustahil. Dengan cara itu GD berusaha memperkokoh kemandirian masyarakat atau civil society.
Namun tidak selamanya GD spontan dan ‘enteng hati’ menolong orang. Justru sebaliknya, ia bisa begitu tega mengusir orang yang datang meminta pertolongan itu.
Suatu malam, seorang ibu dan rombonganya yang berasal dari suatu kabupaten di daerah Sumatera Utara, menghadap GD di kantornya. Mereka bermaksud meminta surat rekomendasi untuk pencalonan seseorang maju dalam pilkada di daerahnya. Surat itu sudah dibuat, GD yang saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro PKB, tinggal menandatangani.
Ibu setengah baya, itu berusaha merayu GD dengan menggunakan bahasa yang santun dan menghiba. Bahkan memanggil GD dengan panggilan ‘Yahnda’ (ayahanda). Tapi GD tak bergeming. Ia tetap tidak mau menandatangi surat itu, karena merasa tidak begitu mengenal tokoh yang akan dicalonkan.
Lama-lama ibu itu mendesak, dengan menekankan kalau besok pagi surat itu sudah harus diterima KPU di daerahnya. Gd menanggapi hal itu dengan kemarahan yang luar biasa. Ia membentak ibu itu.
“Saya tak bisa difaith-a-comply,” kata GD sambil menggebrak meja. Suleman dan beberapa staf di kantor GD langsung berusaha menenangkan bosnya itu.
Penulis bersama tim yang sedang melakukan pengambilan gambar (shooting) kaget setengah mati. Tak mengira GD bisa marah seperti itu. Sementara, ibu dan rombonganya langsung ngibrit, buru-buru meninggalkan kantor yang nyaman itu. Kami hanya bisa memaklumi, seberapa pun bijaksana seorang pemimpin, tetap memiliki batas kesabaran. Apalagi kalau didesak untuk melakukan hal-hal yang tak sesuai nuraninya.
Gus Dur juga manusia...punya rasa punya hati. Gitu looh ! (bolinks@2010).

9 komentar:

  1. Juliwanti:
    Gd adalah manusia luar biasa. Tp ia ttp manusia biasa. Yg pasti semangat Gus, yg menolong tanpa membeda-bedakan golongan, pantas diteladani. GD boleh mati, tp semangatnya nancep di hati....

    BalasHapus
  2. Ariana Pegg:
    andai prof Selo Sumardjan masih hidup, beliau juga punya oengalaman aneh yg menakjubkan ttg GD

    BalasHapus
  3. Mualim M Sukethi:
    Bisa diceritakan Peggy ?

    BalasHapus
  4. Ariana Pegg:
    Beliau (Selo Sumardjan) kan dulu menjabat semacam penasehat/pembantu presiden ya? Menjelang suatu sidang kabinet beliau menyerahkan makalah kepada GD. Oleh GD makala tebal itu hanya dipegangnya saja. Namun ketika sidang dibuka GD memaparkan isi makalah tsb yg sesungguhnya belum pernah dipublikasikan atau diperlihatkan kpd siapapun oleh si penulisnya sendiri (prof Selo Sumardjan).
    Intinya: jarak waktu antara sidang dg diterimanya makalah itu singkat sekali. (kami menyimpulkan buku itu sudah "kesenter" saat GD menempelkan telapak tangannya di atas cover makalah itu..
    wallahuallam!
    *courtesy dari seorg tmn yg prnh bekerja utk prof

    BalasHapus
  5. Mualim M Sukethi:
    Trims Peggy, infonya. Nanti akan kukutip buat memperkaya catatanku selanjutnya. Ada banyak cerita ttg hal-hal spt itu menyangkut GD. Saya juga menyaksikan sendiri. Nanti juga akan saya share.
    Kemampuan yang kurang lebih sama juga dimiliki WS Rendra. Kalau kita sdg asyik diskusi, mas Willy sering terlihat tidur nyenyak, bahkan ngorok pelan. Tapi begitu kita selasai atau jeda ngomong, dia langsung nyambung thd masalah yg kita omongin. Bahkan memberi jawaban atau jalan keluar pada hal-hal yg kita anggap buntu.

    BalasHapus
  6. Ismunandar Praboto:
    ia orangnya akan membantu dan membela orang yang dibenci atau dikuyo kuyo ( dlm bahasa Jawa ), dia akan tampil didepan

    BalasHapus
  7. Geni Achnas:
    thanks mas saya di share tulisan ini. nice.

    BalasHapus
  8. Ninuk Retno Raras:
    Gus Dur memang tak ada duanya....
    Makasih sudah dibagi pelajaran hati...

    BalasHapus
  9. Salam kenal sebelumnya mas Sukethi & kawan-kawan semua..^^

    Satu hal yang saya ingat betul tentang Gus Dur, yaitu saat beliau mengatakan bahwa anggota-anggota dewan bak anak-anak TK.

    Tajam. To the point. Kritis.

    Benar-benar kehilangan saat beliau pergi..

    BalasHapus
 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich