LUKISAN BAMBU DARI CANDIREJO.

Borobudur Links | September 19, 2009 | 11.35 wib | Label: creative people


Oleh: Arif Wicaksono.

Borobudurlinks/17-9-09. Desa Candirejo memiliki sumber daya bambu yang melimpah terutama daerah bantaran sungai Sileng dan sungai Progo. Empat jenis bambu yang tumbuh dan banyak dipergunakan adalah jenis pring wulung (bambu hitam), pring petung (bambu berdiameter besar), pring legi pring ijo (bambu apus). Kata pring adalah sebutan bambu dalam bahasa Jawa.
Di Candirejo ada beberapa penduduk yang menjadikan pengolahan bambu sebagai sumber mata pencaharian sampingan, walaupun pada saat sulit sekarang ini ada juga yang menjadikan pekerjaan pengrajin bambu sebagai pekerjaan pokok/utama. Mereka mengolah bambu menjadi perabot rumah tangga seperti ranjang, rak buku, kursi, dan kerajinan tangan misalnya lukisan bambu.

Pembuatan lukisan bambu membutuhkan bambu berdiameter besar. Awalnya bambu yang dipakai adalah bambu wulung, tetapi saat ini sudah ditinggalkan karena jenis bambu hitam itu mulai habis di sekitar Candirejo. Dari segi ekonomis, bambu wulung juga kurang menguntungkan, sebab diameternya kurang besar. Kini para pengrajin beralih menggunakan jenis bambu lain: bambu pethung, bambu hijau, bambu apus, dll.
Berbagai jenis bambu itu dicat terlebih dahulu sehingga menyerupai bambu hitam. Keunggulan lain bambu yang dicat yaitu lebih cerah, lebih tahan warnanya, dan hasil lukisannya lebih halus. Hal seperti itulah yang di kerjakan Sudiro, seorang warga Candirejo, yang menekuni profesi sebagai pengrajin bambu.
“Awalnya saya iseng-iseng belajar dari teman di desa lain. Ternyata hasilnya lumayan. Dan seterusnya ketrampilan ini saya tekuni sebagai mata pencarian, “ kenang Sudi, nama panggilan Sudiro. Ketrampilan itu juga dipelajari seluruh keluarganya, sehingga bisa dikatakan kerajinan bambu menjadi pekerjaan pokok keluarga itu.
Lima tahun pertama Sudi menggunakan bahan baku bambu wulung. Kini ia menggunakan jenis bambu lain. Berikut adalah proses pembuatannya. Bambu yang dipakai adalah bambu dengan diameter lebih dari 15 cm ke atas. Bambu di cat hitam lalu di jemur sampai benar- benar kering. Setelah kering diblat dan diukir.


Setelah pengukiran selesai, bambu di belah berukuran satu sampai dua cm. Bilah-bilah itu disusun membentuk lukisan utuh yang datar. Kemudian disatukan dengan tali, dan terakhir dipelitur agar hasilnya terkesan halus.
Kerajinan bambu karya bapak dua anak ini termasuk diminati para turis karena keindahan dan kehalusannya. Beberapa motif lukisan yang telah dihasilkan pengrajin ini, antara lain pemandangan alam, flora-fauna, candi Borobudur, dan kaligrafi.
“Yang paling laku yang gambar Borobudur ini, “ kata Sudi menunjuk beberapa karyanya yang dipajang di dinding ruang tamu rumahnya yang tak begitu luas itu. Beberapa turis memilih motif Borobudur karena gambar itu identik dengan candi terbesar di dunia itu. Jadi bisa dipakai sebagai bukti kalau mereka sudah pernah mengunjungi tujuan wisata popular itu.
Pengembangan bambu, disamping sebagai sumber pendapatan alternatif, juga bertujuan mengurangi ketergantungan pada pohon atau kayu sebagai media. Di samping bambu mudah didapat, pengolahannya juga relative mudah. Kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) sudah beberapa kali memfasilitasi pelatihan untuk meningkatkan kualitas para pengrajin.
Lewat bambu, Sudi mampu menjamin kehidupan keluarganya. Ia bisa membiayai anak-anaknya bersekolah. Yang sulung kini duduk di bangku SMU, sedang adiknya baru kelas 6 SD.”Alhamdulillah, “ puji syukur diucapkan Sudi menutup perbincangan ini. (Editing: Mualim M Sukethi/bolinks 2009)

1 komentar:

 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich