KERAMAHAN YANG MENGESANKAN.

Borobudur Links | September 19, 2009 | 11.44 wib | Label: Tourism


Oleh: Fitriani Eka Putri.

Borobudurlinks/17-9-09. Sareh Hariyanto, Carik (sekretaris) Desa Candirejo, adalah pemilik home-stay tempat kami berempat menginap. Lelaki berusia 55 tahun itu memiliki pengalaman panjang, termasuk memperlakukan tamu yang menginap di rumahnya. Ia menyadari keramah-tamahan adalah salah satu modal utama dalam bisnis pariwisata.
Begitu turun dari sepeda motor, Pak Carik dan istrinya Endriyati (47 th), menyambut kami dengan penuh keramahan. “Sebagai orang Jawa, kami harus menghormati tamu sebaik mungkin. Apalagi tamu itu adalah wisatawan yang menginap di home-stay yang kami usahakan. Bagaimana pun juga mereka adalah bagian dari sumber penghasilan kami, “ kata Bu Carik dengan kehangatan khas perempuan Jawa.
Rumah pak Carik merupakan perpaduan arsitektur tradisi dan modern. Bergaya joglo/limas namun berdinding bata berplester, serta lantainya dari tegel. Rumah persegi itu kemudian disekat menjadi empat kamar. Dua disewakan, satu berfungsi mushola, dan satu lagi dipakai sebagai kamar keluarga. Sisanya berfungsi sebagai ruang tamu dan ruang makan.

Di belakang, nyambung dengan rumah induk terdapat dua ruang yang cukup lebar. Satu berfungsi sebagai ruang keluarga, dan satunya dapur plus kamar mandi. Sementara Pak Carik dan Bu Carik sehari-hari menempati rumah lama, juga limas yang sepenuhnya tradisional terbuat dari kayu, yang terletak di samping home-stay.
Suasana alam pedesaan dan kekentalan nuansa Jawa terasa begitu kuat ketika memasuki rumah. Perabotan dari kayu dengan warna dominan coklat memenuhi berbagai ruangan. Lingkungan yang hijau oleh berbagai tanaman hias membuat udara terasa nyaman, dan sejenak melenakan kita yang terbiasa hidup dalam kepadatan kota. Suasana hijau itu tidak hanya ada di rumah pak Carik, tapi hamper seluruh rumah di desa ini menampakan nuansa kehijauan itu. Rupanya warga desa menyadari bahwa lingkungan yang nyaman adalah asset yang berharga bagi pengembangan desa wisata.
Siang itu kami beristirahat sejenak, melepas lelah setelah menempuh perjalanan panjang, panas menyengat dan membakar kulit, serta dahaga di bulan Ramadhan ini. Setelah istirahat, kami berempat berkumpul untuk mendiskusikan rencana penulisan desa wisata ini. . Di sela- sela pembicaraan, bapak dan ibu tuan rumah mendekat dan duduk bersama. “Selamat datang di Desa Candirejo, Mbak, ” ucap Pak Carik di awal-awal percakapan. Selanjutnya kami terlibat dalam obrolan hangat dengan kedua tuan rumah itu.


Mengingat tujuan utama menginap di Desa Wisata Candirejo adalah mengamati dan menikmati desa wisata itu, tidak lama kemudian kami mohon diri untuk berjalan-jalan keliling desa. Secara umum desa ini memiliki lingkungan yang tertib. Rumah-rumah dengan halaman lebar berjejer rapi, dipisahkan oleh jalanan yang terbuat dari paving-block atau batu candi. Pagar yang memisahkan rumah-rumah itu rata-rata terbuat dari tanaman pagar seperti teh-tehan dan tanaman pagar lainnya. Beberapa pohon buah terutama rambutan mendominasi halaman rumah-rumah warga.
Dalam perjalanan keliling desa itu kami ketemu dengan rombongan turis bule yang ikut paket wisata keliling desa. Selain mengamati kehidupan warga, kami melihat mereka juga menyaksikan pertunjukan kuda lumping yang disajikan warga desa. Malam itu kami sempat melihat anak-anak memainkan long-bumbung (meriam bambu). Mereka meledakkan meriam itu hampir sepanjang malam.
Kami berbuka puasa dengan menu khas desa. Nasi oseng kacang dengan lauk ikan air tawar yang dimasak mangut. Dilengkapi dengan bakwan dan krupuk udang. Tak lupa dilengkapi hidangan penutup buah papaya yang memang melimpah di desa itu. Kendati sederhana, makan malam itu terasa nikmat, karena disajikan dengan keramahan dan sikap persaudaraan dari tuan rumah.
Sebelum kami tidur, Bu Carik sempat menemani kami ngobrol. Beliau banyak bercerita pengalamannya menghadapi tamu-tamu yang menginap di rumahnya. “Kami memperlakukan tamu itu seperti saudara kami sendiri. Apalagi yang nginapnya cukup lama. Hubungan kami jadi demikian erat, layaknya saudara, “ katanya dengan senyum yang tak pernah ketinggalan. Dari buku tamu yang ada, kami mencatat tamu-tamu itu sangat terkesan dengan keramah-tamahan bapak & ibu carik ini.
Paginya kami menikmati makan sahur dengan menu nasi urap. Lauknya telur dadar dan telur asin, serta tempe goring. Tak lupa krupuk kampong menemani santap di pagi subuh itu. Kami bersantap cukup kenyang karena menyadari akan menempuh perjalanan melelahkan, naik ke puncak Menoreh menikmati matahari terbit. Setelah guide yang bernama mas Budi menjemput, kami pun berangkat mendaki gunung dalam kegelapan di pagi buta itu.
Sekitar jam 11 kami kembali ke rumah pak Carik. Kelelahan setelah naik turun gunung dan menjelajahi desa menyebabkan kami tertidur tak lama setelah sampai di rumah. Habis dhuhur kami bangun dan berkemas. Tak lama kemudian kami pamit, karena sudah ditunggu oleh beberapa pihak untuk mengadakan wawancara di kantor desa. Kami meninggalkan pak Carik dan keluarganya dengan berat hati. Karena kami sangat terkesan dengan keramahan keluarga itu. (Editing: Mualim M Sukethi/bolinks 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich