Enthok "Setia Rasa" Gurih tiada duanya

lpm umm magelang | Juli 06, 2009 | 23.39 wib | Label: Tourism


Gerimis hujan mengiringi di sepanjang jalan kami. Tapi gerimis rinai itu tak menyurutkan tekad untuk terus membelah jalanan mulus di pinggir kota Magelang. Rasa penasaran di dada seakan menghangatkan tubuh sehingga membuat kami tak begitu menghiraukan dinginnya udara yang diakibatkan gerimis tersebut. Adalah sebuah warung “Setia Rasa “, milik bu Nanik, yang memicu rasa penasaran itu.
Lokasi warung yang terletak di dusun Pucang, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, dapat ditempuh dengan mobil atau motor hanya sekitar lima belas menit melalui jalur alternative Magelang-Grabag lewat pertigaan Geger, Menowo, Kodya Magelang. Atau sekitar 10 menit dari perempatan Secang.
Akhirnya kami sampai ketempat yang dituju. Warung sederhana itu tepat berada di sisi jalan, tak jauh dari pertigaan Pucang. Di kanan kiri warung hamparan sawah masih nampak membentang. Ketika kami tiba, beberapa mobil nampak mengisi halaman parkir yang cukup lebar.
Memasuki warung, ada dua pilihan ruangan. Satu dengan meja kursi duduk biasa, satu lagi dengan meja tanpa kursi alias lesehan. Kami memilih yang kedua, apalagi dengan pemandangan sawah yang secara leluasa bisa kami nikmati. Suasana santai yang kami inginkan jadi lebih terasa.
Setelah saling melonjorkan kaki, kami pun langsung memesan enthog goreng dan opor enthok, menu khas yang menjadikan warung sederhana itu istimewa. Tak sampai 10 menit enthok goreng dan opor enthog yang kami pesan sampai dimeja kayu ukuran 1 X 3 m. Selain daging enthog, sajian itu juga dilengkapi sayur rebusan daun singkong dan slada air, mentimun, serta sambel rawit ijo mentah. Sambil menikmati pemandangan hamparan persawahan dan segarnya udara pegunungan, kami mulai menikmati menu yang disajikan oleh salah seorang pelayan itu.
Bentuk dari enthok goreng itu tak jauh beda dengan enthok goreng kebanyakan. Setelah mulai menyantapnya ada sesuatu yang berbeda dengan menu enthok yang pernah kucoba. Rasa gurih dan kenyal, khas daging enthog, yang membuat berbeda dengan warung lainnya. Rasa gurih itu muncul dari rasa daging enthog yang memang terkenal gurih dipadu dengan kuah opor berbahan santan yang meresap hingga ke serat-serta dagingnya.
"Kami memasaknya dengan kayubakar dalam waktu yang cukup lama," kata bu Nanik menjelaskan resep memasak daging enthog. "Selain gurihnya lebih meresap, dagingnya menjadi empuk dan bau amisnya hilang,"tambah ibu muda berusia 32 tahun itu.
Rasa gurih itu masih dipadu dengan nasi putih yang terasa legit, serta rebusan sayur daun singkong dan slada air yang terasa segar. Sedangkan sambalnya...jangan tanya lagi, pedasnya terasa nendang. Paduan rawit mentah, bawang putih, dan minyak jelantah. Ini mengingatkan kepada sambal matah khas Bali.
Pedasnya sambal rawit itu tak membuat kami menghentikan santapan. Rasa pedas itu mampu diredam oleh kesegaran rebusan sayur dan rasa gurih yang menyentuh dan melekat lama di ujung lidah. Tak terasa dalam sekejab seluruh sajian itu tuntas tas. Bahkan seorang teman kami minta tambahan, sepotong goreng enthog tanpa nasi. Rupanya ia penasaran, karena tadi ia hanya memesan opor. "Supaya nggak ngangeni sampai di rumah nanti," katanya beralasan.
Semua resep itu didapat Bu Nanik dari ibunya, Bu Parti (58 tahun), yang membuka warung serupa di Grabag. Karena warungnya laris, usaha itu juga diteruskan anak-anaknya. Bu Nanik sendiri, selain di Pucang, kini juga membuka cabang di Jogya.
Warung sederhana ini tak pernah sepi pengunjung. Kebanyakan pengunjung berasal dari daerah sekitar Magelang.Tapi tak jarang juga yang berasal dari luar kota, seperti Temanggung, Salatiga, Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta. Salah satu pengunjung dari Temanggung mengatakan “Empuk dan gurihnya Enthok Bu Nanik yang membuat dirinya memilih Warung “Setia Rasa” ini, dari pada warung enthok lainnya".
Setiap harinya warung ini menghabiskan 400-500 porsi enthok goreng maupun opor enthok. Satu porsi yang terdiri sepotong daging enthog (separo yang biasa disajikan di warung-warung Jakarta), sayur rebusan serta mentimun, dihargai Rp 8500,-. Sedangkan nasi putih dihargai Rp 4000,-, boleh ambil sepuasnya.
Ditangan Bu Nanik ini daging enthok yang kurang disukai karena liat dan bau amis, dijadikan sebuah menu makanan favorit, dan sangat sayang untuk dilewatkan bagi para penghobi travelling dan kuliner. (Bhe uta).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich