CINTA MEWUJUD DI STUDIO MENDUT.

Borobudur Links | Juni 02, 2010 | 09.27 wib | Label: Event and News


Oleh: Mualim M Sukethi.

Borobudurlinks, 2 Juni 2010.
Tanggal 1 Januari 2010, tahun baru lalu, sepanjang siang Studio Mendut milik Sutanto nampak meriah oleh pertunjukan kolaborasi music jazz dengan berbagai music dan tari tradisi. Para pemusik jazz itu dipimpin oleh Idang Rasyidi, seorang maestro jazz yang namanya cukup kondang dalam blantika music jazz di tanah air. Dalam rombongannya juga bergabung Nano Tirta, Direktur Utama Bank DIY, yang pada kesempatan itu memainkan seruling.
Musik jazz yang cenderung terbuka terhadap unsur music lain itu dengan enak saling isi mengisi bersama music pengiring tarian beberapa tari tradisi khas Magelang, seperti Soreng, Warokan, dan Kuda Lumping. Idang dengan lincah memainkan jari jemarinya di atas tuts organ electric, ditimpa oleh ketukan keras berirama cepat dari saron, bonang, dan bass drum, yang dimainkan para nayaga dari grup seni tradisi desa Gejayan, pimpinan Lurah Riyadi.
Di tengah-tengah kemeriahan itu, Idang tanpa merasa sungkan memperkenalkan dirinya sebagai duda yang sedang mencari pendamping baru. Saat itu ia berharap bisa mendapatkan istri perempuan Magelang. Rupanya Magelang, khususnya Studio Mendut, sangat berkesan bagi mantan suami Happy Pretty Sister ini.

***
Siang itu langit agak mendung. Saya dan beberapa wartawan sedang santai di selasar belakang Studio Mendut. Beberapa wartawan yang meliput puncak acara Waisya, tanggal 28 Mei 2010, datang ke Studio Mendut karena mendapat undangan via sms tentang kedatangan Idang Rasyidi, yang mampir ke studio yang jaraknya hanya seratus meter dari candi Mendut itu.
Benar juga, tak lama kemudian Idang datang bersama rombongannya berjumlah delapan orang. Salah seorang di antaranya adalah seorang perempuan langsing berkulit puitih dan berambut kecoklatan. Perempuan cantik berwajah indo ini bernama Shireen Shidu, 38 tahun, seorang pengacara berkebangsaan Malaysia.
Setelah berkenalan, kami pun terlibat obrolan yang cukup seru. Idang, yang kini menginjak 56 tahun, berkali-kali mengatakan kesannya yang mendalam tentang masyarakat desa Magelang, khususnya yang tergabung dalam ‘Komunitas 5 Gunung’ pimpinan Tanto Mendut. Siang itu, ia dan teman-temannya, memang khusus mampir ke Mendut setelah malam sebelumnya bermain dalam sebuah pagelaran jazz di kampus Bulaksumur, Universitas Gajah Mada (UGM), Jogyakarta.
“Bahkan beberapa waktu lalu saya ketemu Presiden SBY. Ketika ia bertanya kemana saja saya selama ini. Saya jawab sering mengunjungi Mendut, dan menganjurkan presiden untuk sesekali mengunjungi tempat yang ngangeni ini, “ cerita Idang.


Tak lama kemudian datang rombongan kesenian dari Desa Gejayan, pimpinan Lurah Riyadi. Rombongan yang didominasi anak-anak usia 7-12 tahun ini datang komplit dengan kostum dan alat music siap manggung. Tanto kemudian menjelaskan, kalau siang ini Idang datang bukan untuk bermain music, tapi ingin menyaksikan beberapa seni tradisi yang akan dimainkan seniman-seniman gunung.
Setelah dibuka dengan guyonan khas Tanto Mendut, sajian music pun dimulai. Sebuah tembang komposisi baru berjudul ‘Kipas Mego Pemuda’ dimainkan oleh para seniman Gejayan. Di awali suara tembang yang cukup panjang dengan latar racikan bonang dan saron yang dipukul lembut, kemudian disusul lengking seruling Ponorogo dan debur suara bass drum dan rebana bertalu. Seterusnya, kombinasi irama keras cepat dari sekian alat perkusi berpadu dengan suara bertenaga penembang pria. Kadang-kadang ada jeda, tak lama suara tembang kembali menyeruak mengisi kekosongan.
Idang dan rombongannya menyimak serius sajian music desa ini. Setelah komposisi yang dimainkan secara apik itu berlalu, Idang bangkit dari duduknya dan meminta bicara. Berdampingan dengan Sutanto, Idang mengutarakan maksud kedatangannya kali ini. Awalnya ia mengatakan pentingnya Sutanto dan Studio Mendut dalam kehidupannya. Lalu ia meminta perhatian Shireen Shidu, perempuan yang kali ini dibawa ke Mendut secara khusus.
“Disaksikan oleh Pak Tanto dan Ibu, oleh pak Lurah Riyadi, oleh teman-teman wartawan dan para seniman gunung sahabat saya. Di tengah-tengah suasana waisyak yang sakral, “ kata Idang dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh Sutanto, “Shireen, maukah kau menikah denganku ? “.
Shireen yang tidak menyangka menghadapi ‘tembakan’ itu, mulanya hanya terperangah. Senyum mengembang di bibirnya yang tipis. Ia tidak menjawab. Baru setelah pertanyaan diulang hingga ke tiga kalinya oleh Idang, perempuan keturunan Malaysia, Lebanon, dan Eropa, itu beranjak mendekati Idang dan Tanto yang berdiri di samping kiri selasar.
Setelah berhadapan cukup dekat dengan Idang, Shireen dengan lirih berkata: “I will “. Yang menyaksikan adegan romantic ini langsung bertepuk tangan. Tak lupa para pemusik mengiringi dengan tabuhan gemuruh. Bahkan terdengar teriakan: “ Cium…Cium !!! “.
Idang pun memeluk dan mencium kekasihnya itu. Setelah adegan romantic itu berlalu, Idang kembali mengutarakan perasaan hatinya. “Ini adalah momen terindah dalam hidup saya. Dan saya tak akan bisa melupakan tempat ini, “ tambah Idang sambil masih memeluk Shireen.

Idang dan Shireen kembali ke tempat duduk. Hadirin yang ada di selasar memberi selamat kepada pasangan itu, termasuk Shadu, remaja lelaki anak Idang dari istri pertamanya, Happy. Shadu adalah pemain bass kelompok jazz pimpinan Idang.
Pertunjukan berlanjut. Kelompok Gejayan menampilkan tari-tarian tradisi antara lain: music Trunthung Semesta, Soreng Bocah, Geculan (warok) Bocah, dan Gupolo Gunung. Penampilan Soreng Bocah adalah untuk pertama kalinya. Mereka hanya latihan sehari sebelum pertunjukan ini. Bersama Geculan Bocah, kedua tarian ini dimainkan oleh anak-anak usia 6-12 tahun.
Mereka yang bertubuh kecil kerempeng itu memainkan gerak-gerak gagahan layaknya kesatria (soreng) atau warok (geculan), sehingga timbul gerakan yang terkesan lucu. Penonton tertawa, bahkan Shireen berkali-kali mengucap kata: “Amazing !”. “Di Malaysia tidak ada anak-anak menari seperti ini “, tambah perempuan yang mengenal Idang di Kuala Lumpur lima bulan lalu (tapi di Indonesia, anak-anak lebih mengenal 'Ipin dan Upin', tokoh kartun anak-anak ciptaan Malaysia, Red).
Selain kelompok Gejayan, pertunjukan sore itu juga dimeriahkan oleh Kelompok Lare, yang menampilkan dua anak kecil memainkan bioal, dan satu gadis remaja memainkan keyboard. Kakak beradik anak R Sutopo itu terlihat trampil memainkan tiga nomor music klasik.
Idang yang terlihat mengagumi permainan mereka secara spontan berjanji untuk mengorbitkan ketiga anak-anak itu di Jakarta. “Saya adalah supervisor ‘Rumah Jenggala’ milik Arifin Panigoro (pemilik Medco, Red). Saya ingin mereka ini main di tempat yang biasa menampilkan pertunjukkan klasik itu, “ janji Idang.
Lewat keyboard sederhana itu, Idang sempat memainkan lagu berjudul “Tanda Cinta’. Lagu itu khusus ia persembahkan buat ibu Suliantoro dan ibu Cakraningrat , pemimpin komunitas batik Jogyakarta, yang ikut menyaksikan peristiwa romantic itu.
Saat menutup acara, Tanto mengharapkan agar bersatunya cinta antara Idang yang warganegara Indonesia dan Shireen yang warga Malaysia, menjadi bukti persatuan dua bangsa serumpun itu. “Semoga lewat pasangan ini tidak lagi saling klaim budaya antara kedua negara, ” kata Tanto.
Bagi saya pribadi, peristiwa ini adalah keindahan tersendiri yang sering kudapati di sekitar Studio Mendut dan dalam kehidupan Sutanto Mendut, teman yang sudah kuakrabi lebih 30 tahun. Paling tidak, terkesan lebih indah dari perayaan Waisyak tahun ini, yang semrawut dan tumpang tindih, karena dikendalikan oleh dua organisasi keagamaan berbeda, KASI dan WALUBI, yang saling bersaing. (bolinks@2010).

18 komentar:

  1. Eko Magelang:
    wouw....peristiwa yang menyentuh, sungguh tulisan peristiwa yang membawa saya pada suasana keakraban dan kisah cinta yang mengharu, sungguh ingin rasanya menyaksikan peristiwa2 indah di studio milik mas Tanto, sungguh saya kepingin sekali ..

    BalasHapus
  2. Yuddy Wong Magelang:
    Mengharukan.....

    BalasHapus
  3. Boomers Jaw:
    indahnya seni budaya,bisa menyatukan cinta sejati....

    BalasHapus
  4. Ifat Irmawan:
    selamat untuk Mas Idang dan Shireen, semoga segera berlanjut ke pelaminan :-)

    ikut seneng juga melihat komunitas pecinta seni-budaya di Magelang yg selalu penuh gairah. saya juga bbrp kali ke studio mendut utk menikmati bbrp event art performance, dan selalu kangen dengan suasana kekeluargaannya.

    salam utk Mas Tanto :-)...

    BalasHapus
  5. Ninuk Retno Raras:
    catatan yang indah...
    ikut merasakan indah gairah cinta dua calon mempelai, ikut merasakan indah kesenian tradisi...
    maturnuwun...

    BalasHapus
  6. Anastasja Rina:
    Indah....
    jadi berasa 'ngontrak' karena dunia sedang dimiliki 'mereka berdua'....hehe..:) Mas Idang, congrats yah...!

    BalasHapus
  7. Ariana Pegg:
    met pagi, trims kiriman note "Cinta Mewujud di Studio Mendut"nya
    sangat menyentuh. kebetulan dulu sy sering bersua Idang saat masih dg Pretty Sister (Happy? lupa nama ipar dari temen saya ini..adiknya Didi Bonari)
    ych syukurlah Idang sudah mendapat jodoh baru, semoga langgeng!

    BalasHapus
  8. Mualim M Sukethi:
    @Mas Eko. Kemarin pulkam nggak mampir ke Strudio Mendut ya ?
    @Mas yuddy. Hiks...hiks..
    @Boomers. Bbrp hajatan perkawinan di Komunitas 5 Gunung berlangsung seru, krn dimeriahkan oleh pertunjukan senibudaya para petani gunung itu.
    @Alang. Yo wis ndang mulih...opo sing ditunggu ?
    @Ifat. Saya sampaikan salamnya. Kpn mulih ?... Lihat Selengkapnya
    @Mbak Ninuk. Tugas kita kan memprindah dunia 'rahmatin lil alamin'...he he
    @Rina. Teman2 di borobudur kalau ngontrak rumah/tanah lama banget 20-30 th, jd berasa milik sendiri...he he pis.

    BalasHapus
  9. Mualim M Sukethi:
    Peggy, keindahan spt ini banyak kita temui di sekitar Magelang. Sama spt di kediamanmu Bali. Didi Bonari (Dibon pada Drum) kini di Pamulang. Aku sering ketemu....

    BalasHapus
  10. Wahyu Setiawardani:
    P Tanto.......duh jadi pengen kaya Idang n Shireen....romantis banget....cariin jodoh yg romantis doooooonnnnngggg...he he...

    BalasHapus
  11. Ikut terharu dan merasakan getaran cinta sejati mereka, walau saat ini 'tidak' punya cinta, Semoga cinta mereka akan segera menjalar pd diri ini,hik....hik...hik....

    BalasHapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  13. Mualim M Sukethi:
    @dani. Di Mgl banyak cowo romantis: rokok makan gratis...he he pis.
    @Eling. Duh kesian deh...Pengin ketularan ? Minta mantera sama dukun Gejayan.. pasti manjur peletnya.

    BalasHapus
  14. Wahyu Setiawardani:
    Emooooooh...ho ho ho...he he he..mas Mualim jadi ketua seksi pemilihian cowo teromantis donk....

    BalasHapus
  15. Rumli Chairil Noer:
    lama sekali aku nggak ketemu Tanto!

    BalasHapus
  16. Pungky Purbawati:
    So sweet... hehehe...slm buat tmn2 n saudara...

    BalasHapus
  17. Mualim M Sukethi:
    @Dani & Pungky. Jangan lupa yg romantis dan manis itu yg nulis. kalo bukan karena tulisannya, mungkin gambaran suasananya ngga seromantis itu...he he pis.
    @kang Embie. Makanya kpn ke Magelang ?

    BalasHapus
 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich