DAFTAR BANGUNAN PUSAKA DI KOTA MAGELANG (01).

Borobudur Links | November 24, 2009 | 21.16 wib | Label: Tourism

Teks/Foto: Mualim M Sukethi.

Borobudurlinks, 24/11-09. Di kota Magelang masih banyak dijumpai bangunan-bangunan peninggalan masa kolonialisme Belanda. Dari pendataan yang dilakukan Kantor Disporabudpar Kota Magelang dan penelusuran penulis, telah terdaftar lebih 40 bangunan yang tergolong bangunan pusaka (heritage).
Sebagian besar bangunan itu mewakili masa dan gaya yang khas yang disebut bangunan indies, atau bangunan yang memiliki ciri-ciri arsitektur campuran antara Belanda dengan Jawa dan suku-suku lain di Indonesia. Bangunan-bangunan indies yang terdapat di kota Magelang didominasi oleh gaya arsitektur Indische Empire Style dan Gothic, yang berkembang di Hindia Belanda pada tahun 1900-an.
Selain bangunan indies, juga terdata beberapa bangunan yang tidak mewakili gaya tertentu, karena merupakan sarana umum, seperti Alun-alun, Taman Badaan, selokan di atas kota, dll. Bangunan-bangunan yang telah didata kemudian dikelompokkan berdasarkan fungsi bangunan pada saat ini.


SARANA PERIBADATAN.

01.
GEREJA GPIB.
Jl. Alun-alun Utara No.4

Bangunan seluas 291 m2, di atas tanah 2312 m2, dengan tinggi 15 m, ini berdiri pada tahun 1817. Bangunan bergaya arsitektur Gothic, ini sejak semula hingga kini berfungsi sebagai gereja Kristen (GPIB). Kondisi bangunan baik dan terawat, tidak banyak perubahan atau penambahan bangunan.

02.
GEREJA GPIB.
Jl. Urip Sumohardjo No.17

Bangunan bergaya arsitektur Gothic, ini berdiri 12 November 1923. Kondisi bangunan seluas 225 m2, berdiri di atas tanah 980 m2, ini nampak baik dan terawat. Sejak awal hingga kini, bangunan setinggi 12 m, ini berfungsi sebagai gereja.
Gereja ini merupakan perluasan dari Gereja GPIB yang ada di Jl. Alun-alun Utara. Peletakan batu pertama pembangunan gereja ini dilakukan oleh Azing Bakker pada tanggal 12 November 1923. Hal ini dapat dilihat pada prasasti yang terletak di dinding sisi kanan pintu masuk gereja, yang berbunyi de Eerste Steen Gelego Dool Azing Bakker 12 November 1923.

03.
PASTURAN ST. IGNATIUS..
Jl. Laksda Yos Sudarso.

LB/LT/TB 670 m2/13.000 m2/8 m.
Bangunan dengan luas 670 m2, dan berdiri di atas tanah 13.000 m2, ini semula berfungsi sebagai rumah tinggal. Kini, bangunan bergaya Gothic, yang berdiri pada tahun 1865, itu digunakan menjadi pasturan. Bangunan setinggi 8 m itu kondisinya terlihat baik dan terawat.
Bermula dari sebuah rumah yang dibeli Romo F Voogel pada tahun 1865. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan peribadatan umat Katholik, rumah Romo F Voogel itu dijadikan pasturan. Sebelum melayani masyarakat umum, pasturan itu hanya melayani penghuni tangsi militer.
Di pasturan ini tercatat dua orang pastur legendaries dalam sejarah sastra Indonesia, yaitu Romo Zoetmulders dan Mangunwidjaja. Romo Zoetmulders adalah penulis ‘Kalangwan’, sebuah ensiklopedi sastra Jawa yang spektakular.
Sedangkan Romo Mangun adalah pastur, sastrawan, arsitek, dan pemberdaya masyarakat terkemuka. Karya sastra Romo Mangun antara lain berupa buku Burung-burung Manyar, Trilogi Roro Mendut, Romo Rahadi, Durga Umayi, dll. Sedangkan karya arsitekturalnya diantaranya berupa ‘Rumah Kali Code’, hunian asri bagi kaum marjinal di pinggir Kali Code, Yogyakarta.

04.
GEREJA ST. IGNATIUS.
Jl. Laksda Yos Sudarso


LB/LT/T 1791 m2/13.000 m2/16 m. Bangunan bergaya arsitektur Neo-Gothic, itu berdiri tgl 31 Juli 1899. Dari semula hingga kini, bangunan seluas 1791 m2 dan berdiri di atas tanah 13.000 m2, ini berfungsi sebagai gereja katholik. Kondisi bangunan nampak terawat dengan baik, tidak banyak mengalami perubahan.
Bermula dari sebuah rumah yang dibeli oleh Romo F.Voogel pada tahun 1865. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan peribadatan, rumah itu dikembangkan menjadi pasturan yang melayani warga tangsi militer yang beragama Katholik.
Seiring pertambahan penduduk, baik masyarakat Belanda, Indo, serta warga pribumi yang tertarik pada ajaran agama katholik, maka pada tahun 1899, didirikan gereja di sebelah timur pasturan. Selanjutnya gereja ini tidak hanya melayani warga tangsi militer tapi juga masyarakat umum.
Tadinya gereja yang didirikan hanya berupa gereja kecil yang berdaya tampung 300 orang. Kemudian pada tahun 1920, gereja tersebut diperluas hingga menjadi seperti sekarang.

05.
GEREJA KRISTEN JAWA (GKJ) Magelang.
Jl. Tentara Pelajar No. 106.

Bangunan seluas 198 m2, dengan tinggi 10 m, ini bergaya arsitektur Gothic. Bangunan yang berdiri tahun 1921, ini hingga kini kondisinya baik dan terawat. Terdapat perubahan pada panil jendela, dulu dari kayu krapyak kini terbuat dari kaca. Sejak awal hingga kini berfungsi sebagai gereja.

SARANA PENDIDIKAN.

06.
SMK (SMIP) WIYASA.
Jl. Tidar No.36.

Gedung yang berdiri tahun 1930, ini memiliki luas 1629 m2, di atas tanah 2530 m2. Hingga kini kondisi bangunan baik dan terawat. Perombakan bangunan di sisi selatan kini digunakan sebagai mini hotel, karena kini gedung ini difungsikan sebagai Sekolah Menengah Industri Pariwisata WYASA.
Pada masa penjajahan Belanda, gedung ini dijadikan Hollandsche Chineseche School (HCS). Sedangkan pada jaman Jepang beralih fungsi menjadi markas Kempetai. Gedung ini merupakan saksi sejarah gugurnya lima pejuang Indonesia, yang berusaha mengibarkan bendera merah-putih di puncak Tidar pada tanggal 25 September 1945. Monumen peringatan gugurnya lima pejuang itu didirikan tepat di seberang gedung ini.

07.
SLTPN 1 Magelang.
Jl.Pahlawan No.66.

Gedung bergaya arsitektur Gothic ini memiliki luas 1875 m2, tinggi 10 m, dan berdiri di atas tanah 13.800 m2. Kondisi bangunan yang berdiri pada tahun 1930 ini nampak baik dan terawat. Perubahan pada jendela, dalu dari kayu krapyak, kini diganti dengan panil kaca. Halaman tengah kini didirikan sebuah pendopo. Bangunan yang dulu berfungsi sebagai Meer Uitgebrei Lager Onderweijs (MULO), itu kini digunakan sebagai SLTPN 1.
Pada awalnya, MULO ini merupakan sekolah tingkat menengah pertama yang dikelola Gubernemen. Kemudian sempat diambil alih oleh sebuah yayasan Kristen, dan sebelum menjadi sekolah negeri, sempat dikelola Perguruan Taman Siswa. Pada saat pertama kali dibuka, sekolah ini hanya memiliki 3 ruang kelas dan 4 orang guru.

08.
SMK PIUS X.
Jl. Achmad Yani.

Gedung yang berada di dekat Alun-alun ini dulunya adalah………. Pada masa pendudukan Jepang sempat dijadikan markas militer. Kini dikuasai yayasan pendidikan Katholik dan dijadikan kompleks sekolah Tarakanita, di antaranya SMK PIUS X.

SARANA PERKANTORAN.

KOMPLEKS EKS KARESIDENAN KEDU.
Di kompleks seluas 54.000 m2 ini terdapat beberapa gedung atau bangunan yang bersejarah, antara lain eks rumah residen Kedu yang kini jadi Museum Diponegoro, kantor Karesidenan yang kini jadi Bakorwil II Jateng, Museum BPK, dan bangunan yang dulu sempat digunakan sebagai Universitas Gajah Mada Cabang Magelang, dll.
Sekarang juga berdiri mesjid dan ruang pertemuan, yang gaya arsitekturnya menyesuaikan dengan bangunan lainnya.


09.
RUMAH RESIDEN.
Jl. Diponegoro No. 1.

Gedung seluas 2034 m2, tinggi 8 m, ini bergaya arsitektur Indische Empire Style. Kondisi bangunan dan lingkungan hingga kini nampak terawat dengan baik. Gedung yang awalnya digunakan sebagai kediaman residen Kedu ini dibangun pada tahun 1813 oleh JC. Schulze atas perintah Gebernur Jenderal Belanda. Bangunan asli awalnya terbuat dari bambu. Pada tahun 1819 dibangun kembali menjadi semi permanen dari bata, semen, dan bambu.
Di gedung inilah, pada tahun 1830, berlangsung perundingan antara Pangeran Diponegoro dengan Jenderal De Kock, yang kemudian berakhir dengan penangkapan sang pangeran beserta pengikut setianya. Dengan ditangkapnya pemimpin perjuangan itu, maka berakhirlah ‘perang rakyat’ selama lima tahun yang tercatat paling banyak menguras harta kekayaan kerajaan Belanda.
Kini gedung ini dijadikan Museum Diponegoro. Di dalamnya tersimpan beberapa peninggalan sang pangeran, antara lain: jubah, Al-Quran, dan seperangkat meja-kursi tempat perundingan berlangsung. Di salah satu kursi, tepatnya di pegangan sebelah kanan, ada bekas kerutan yang dipercaya sebagai ekpresi kemarahan sang pangeran karena merasa ditipu oleh Jenderal De Kock.
Bagi orang-orang dari kota Makasar, tempat meninggal dan dikuburnya Pangeran Diponegoro, juga berlaku kepercayaan, mereka akan naik pangkat atau berhasil karirnya kalau pernah memegang kursi itu. Walahuallam (BERSAMBUNG/bolinks@2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich