Halaman

November 07, 2011

OHD: “JADIKAN MAGELANG KOTA KEBUDAYAAN !”.


Oleh: MyAsa Poetika

Borobudurlinks, 6 November 2011.
“Pekan Film Senirupa Magelang 2011” telah terlaksana dengan baik dan lancar. Hajatan budaya yang berlangsung antara tanggal 25-28 Oktober 2011, itu relative menarik banyak kalangan. Pada malam pembukaan misalnya, sekitar 100 pengunjung memenuhi lantai atas Syang Art Space Magelang, tempat berlangsungnya acara yang diadakan oleh ‘borobudur MOVIE links’ (BML) ini. Tampak seniman dan tokoh-tokoh masyarakat menikmati jalannya acara, antara lain: Oey Hong Djien (kolektor), Sutrisman (Akademi Magelang), Tanto Mendut (K5G), Deddy PAW (perupa), Umar Khusaini (KSBI), Edi Wahyanto (Ka.Disporabudpar), serta Mualim Sukethi (borobudurlinks.com).
Dalam sambutannya Oey Hong Djien alias OHD kembali mengingatkan tentang posisi Magelang sebagai kekuatan yang diperhitungkan kalangan senirupa Indonesia, bahkan dunia. “Tahun depan, sekitar 70 kolektor dunia akan mengunjungi Magelang, khususnya ke museum saya, “ kata pemilik ‘Museum OHD’, sebuah museum senirupa Indonesia yang dianggap terbesar dan terbaik di dunia.
OHD juga bercerita, ia pernah mengunjungi beberapa museum di Amerika dan memborong beberapa kaset video/film senirupa. Tapi ketika diputar di Indonesia ternyata tidak bisa. “Ternyata kasest-kaset itu tidak bisa diputar karena beda system antara Amerika (NTSC) dan Indonesia (PAL), “ tambah dokter yang hampir tak pernah berpraktek itu.
Tentang penyelenggaraan pekan film senirupa, OHD sempat memuji. Selain bermanfaat sebagai media pembelajaran bagi kalangan senirupa Magelang, acara semacam ini juga bisa jadi alternative hiburan bagi masyarakat. “Mualim itu kreatif. Saat Magelang tidak punya gedung bioskop, ia mengadakan pekan film. Penonton yang rindu nonton film bisa nonton di sini. Sekaligus nonton film bagus dan menikmati lukisan bagus…gratis pula, “ imbuhnya.
Bagi Mualim Sukethi, produser film/TV nasional yang jadi pembina BML, pekan film kali ini memiliki arti lain karena diadakan sebagai rangkaian 4 program dalam satu bulan. Seperti diketahui, selain ‘Pekan Film Senirupa Magelang 2011”, di bulan September-Oktober 2011, ini BML juga mengadakan ‘Workshop dan Diskusi Film Bersama Mustafa Davis’, “Sarasehan Fotografi Bersama Roy Genggam”, dan ‘Pameran Fotografi oleh Fotografer Magelang’.

“Saya perlu memberikan apresiasi khusus kepada teman-teman muda Magelang yang bergabung di BML. Komunitas yang sebagian besar siswa/I SMU itu telah berhasil menyelenggarakan beberapa event bertaraf nasional, bahkan internasional, “ kata jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), yang kini sedang mempersiapkan seri documenter sejarah Islam di Indonesia berjudul ‘Wali Songo’ dan ‘Para Kyai’ itu.

RUWATAN.

Acara pembukaan yang berlangsung dari jam 19.30 hingga 23.30 itu juga dimeriahkan oleh ‘Lepizt Legits’, grup music reggae dari Magelang yang sedang naik daun. Kumpulan 8 pemuda/I yang dikomandani Fiena (vocal) itu mampu membius pengunjung hingga akhir acara. Bahkan, setelah tokoh-tokoh Magelang meninggalkan arena, sebagian besar penonton muda berjoget ala ‘anak pantai’ mengiringi lagu-lagu berirama reggae namun berlirik Indonesia dan Jawa itu.
“Anak-anak muda itu adalah penggemar fanatic kami. Mereka selalu hadir ke manapun kami manggung, “ kata Fiena, vokalis cewek yang juga laris sebagai MC di sekitar Magelang itu.
Keterlibatan grup music reggae itu merupakan salah satu bukti keberhasilan BML menyatukan berbagai potensi budaya yang dimiliki Magelang. Ketika pekan film pendek yang lalu, BML menampilkan sajian music jazz, sumbangan komunitas ‘Magelang Jazz Community’ (MJC). Sebelumnya Eka Pradaning menampilkan tarian tunggal saat pembukaan pekan film documenter.
“Dalam setiap event yang kami adakan, kami berusaha merangkul komunitas atau warga Magelang yang memiliki potensi. Mereka pun rela bergabung di acara kami, kendati tidak kami beri imbalan semestinya, “ kata Gilang Riski Habibullah, Koordinator Utama program pekan film ini.

Menjelang program dibuka secara resmi, yang rencananya akan dilakukan oleh Widodo (79), seniman patung asli Magelang, penonton dikejutkan oleh bunyi semacam sangkakala. Bunyi lenguhan panjang itu menandai keluarnya dua orang performer dari pintu belakang Syang ArtSpace.
Seorang lelaki yang membunyikan terompet dari tanduk kerbau jantan, wajahnya beroles bedak warna hijau, mengenakan baju loreng tentara berselempang kain dan asesoris lainnya, bergerak melintas ruang acara. Di belakangnya, seorang perempuan berbalut kain putih dengan beberapa asesoris, berlenggang lenggok sambil mendendangkan bait-bait tembang Jawa.
Andri Topo dan Aning Purwa, sejoli performer, itu rupanya sedang memerankan kesatria dan dewi kebudayaan. Di tangan mereka juga tertenteng dua buku besar yang terbuka. Dari dalam buku, Andri dan Aning mengambil selebaran dan membagikannya kepada penonton. Selebaran itu berisi narasi tentang perjuangan para kesatria dalam menegakkan kebudayaan sebagai bagian paling penting sejarah kemanusiaan.
Dua performer itu seakan menjadi ‘pucuk lampah’, diiringi seluruh penonton keluar meninggalkan ruang acara. Rupanya mereka menuju taman tempat berdirinya patung Tentara Pelajar yang tepat berada di depan Syang ArtSpace. Sesampai di taman, kedua performer itu meneruskan gerak-gerak teateral di sekeliling patung. Tubuh mereka meliuk-liuk, memeluk dan memanjat tatakan dan tubuh patung. Kadang meloncat menghentak diiringi bunyi perkusi yang ditabuh satu-satu oleh seseorang.
Lampu taman dimatikan, sehingga cahaya beberapa obor yang mengelilingi patung menimbulkan bayangan yang bergerak membalut patung yang biasanya tampak berdiri angkuh dan mengesankan kekerasan itu. Sementara Andri menggeliat teateral sambil sesekali meniup terompetnya, Aning menaiki tatakan patung dan satu persatu menempelkan replica bunga pada sekujur patung yang bisa dijangkaunya. Sesekali Aning juga berteriak yang menyiratkan suatu puisi sedang dibacakan.
Setelah sekitar 10 menit gerak-gerak teateral itu dipersembahkan kedua performer, tibalah saatnya orasi budaya yang akan disampaikan oleh Widodo, sekaligus membuka secara resmi ‘Pekan Film Senirupa Magelang 2011’. Namun setelah dipanggil berkali-kali, kakek yang mengaku sebagai kreator patung Tentara Pelajar itu tak muncul. Panitia pun sibuk mencari ke sekitar patung, tapi tak menemui sosok lelaki kurus berambut putih itu.
Akhirnya panitia memutuskan meminta OHD untuk memberikan orasi dan membuka program, menggantikan Widodo. OHD maju dan berdiri di bawah patung didampingi Andri dan Aning. “Aksi teateral ini menggambarkan bahwa kekerasan yang menjadi karakter tentara telah diperlembut dengan tempelan dan taburan bunga. Mari kita ubah kesan Magelang hanya sebagai kota tentara, tapi jadikan Magelang sebagai kota kebudayaan, “ teriak OHD menggunakan speaker TOA yang disediakan pantia.
Saat itu dari arah selatan muncul Widodo diiringi seorang panitia. Rupanya laki-laki tua itu ditemukan sedang menikmati gorengan di sebuah warung di dekat bekas bioskop Bayeman. Ia langsung digelandang ke depan patung, berdiri di samping OHD. Kolektor legendaries itu langsung meminta Widodo menceritakan proses pembuatan patung dan keterlibatan dirinya.
“Saya mau berkata jujur. Saya ingin membuat pengakuan. Saya bukan pembuat patung ini. Patung ini dibuat oleh tim dari Jogya. Saya hanya menyiapkan tatakannya, yang kini telah diubah, dan menyiapkan tamannya, “ kata Widodo dengan muka menunduk. Pengakuan ini sempat mengejutkan sebagian pengunjung yang mendengarnya.
Mualim Sukethi yang punya gagasan menampilkan sosok Widodo tak kurang terkejutnya. Pemilik portal borobudurlinks.com itu mengaku bertemu dengan Widodo sekitar 2 bulan sebelum program pekan film diadakan. “Ketika bertemu dengan Pak Widodo di rumah seorang guru SMK, ia diperkenalkan sebagai pembuat patung Tentara Pelajar. Ia juga menceritakan perjalanan karirnya sebagai seniman patung, hingga dipanggil oleh Bagus Panuntun (Walikota Magelang saat itu, red) untuk membuat patung ini, “ cerita Mualim.
Menurut produser Didi Kempot itu, cerita Widodo cukup dramatis sehingga memunculkan gagasan untuk mengangkat kisah patung itu serta memperkenalkan siapa pembuatnya bagi warga Magelang. “Tadinya kami bermaksud menjadikan acara ini semacam tribute buat seniman senior yang telah berjasa bagi Magelang, seperti ketika kami meminta Ki Sambi (pencipta wayang gethuk, Red) membuka pekan film documenter beberapa bulan lalu, “ lanjut Mualim dengan muka kecut menahan malu.
“Tapi hal ini cukup manusiawi. Bagian dari manusia yang berusaha menampilkan eksistensinya. Kendati dengan cara yang keliru….., “ lanjut pembina BML, sembari berjanji untuk menelusuri siapa sesungguhnya pembuat patung yang kini menjadi ikon jalan Tentara Pelajar (d/h. Bayeman) itu (bolinks@2001)..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar