Halaman

Mei 05, 2012

KOTA SEJUTA BUNGA (PLASTIK).



Oleh Mualim M Sukethi.

Borobudurlinks, 30 April 2012. Sore itu, 14/4, Jalan Pemuda Magelang macet total. Ternyata di ujung jalan, mulai depan Toko Mustika hingga perempatan Tugu Adipura, jalanan diokupasi separo untuk hajatan menyambut Putri Indonesia Pariwisata. Tugu itu dihias berbagai macam bunga, sesuai dengan tulisan ‘Magelang Kota Sejuta Bunga’ yg terpampang besar di samping tugu. Eiit..nanti dulu, ternyata slogan “Sejuta Bunga’ itu manipulative alias menipu. Karena hiasan ratusan kuntum bunga yang nampak indah itu sebagian besar adalah bunga plastic dan sejenisnya.
Terdorong rasa penasaran, saya mencoba menyusuri kota untuk menemukan kuntum bunga sebagai peneguh slogan yang terkesan gagah itu. Ternyata saya hanya menemukan beberapa gerumbul bunga kana dan bogenvil di taman (RTH) di pinggir jalan A.Yani (Menowo). Bunga kana juga saya temukan di taman kecil menuju rumah dinas walikota.
Soal bunga plastic dan kertas itu juga muncul saat ‘Parade Budaya’ dan ‘Magelang Nite Carnival’, beberapa hari kemudian. Hampir semua kendaraan hias dipenuhi bunga plastic atau kertas… Tentu dengan slogan ‘Kota Sejuta Bunga’ menolok mata tanpa rasa bersalah. Bahkan mobil hias Putri Pariwisata juga dipenuhi bunga plastic. Kecantikan putri itu jadi nampak semu karena bunga-bunga artificial itu.

Dari media local yang mewartakan HUT Kota Magelang 2012, ternyata bersamaan rangkaian acara ultah, itu pemkot Magelang mencanangkan “Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga’. Mungkin karena hanya pencanangan, pemkot dan lembaga pendukungnya tidak merasa bersalah kalau menampilkan bunga plastic dan sejenisnya. Padahal bagi pecinta lingkungan sejati, plastic yang tak bisa diurai adalah musuh utama lingkungan hidup. Tren masa kini bagi masyarakat yang akrab lingkungan adalah mengurangi pemakaian plastic dalam pola hidup sehari-hari. 
Mungkin bagi jajaran aparat yang tak paham makna lingkungan hidup itu, toh ada beberapa tahapan dari mulai penanaman, penyemaian, dan sebagainya hingga benar-benar kota itu bertabur bunga. Itu maunya……dan kita pantas berharap hal itu dapat terlaksana.
Saya sendiri sudah mendengar dan membaca tentang slogan ‘Magelang Kota Sejuta Bunga’ itu. Paling tidak sejak Desember 2011, saat terakhir saya ke Magelang. Mestinya masih cukup waktu seandainya pemkot berniat mewujudkan tahapan awal realisasi slogan itu. Minimal mewarnai ruang public atau RTH, seperti Alun-alun, Taman Badakan, Taman Menowo, sebagai percontohan taman bunga.
Dengan cara itu masyarakat didorong untuk bergerak menanami halaman rumahnya atau ruang terbuka di sekitar lingkungannya dengan tanaman bunga. Sebab sekarang ini, secara umum,  budaya menanam bunga mungkin bukan budaya masyarakat dan pemkot Magelang.  Lihat saja, ruang terbuka hijau (RTH) yang semakin menipis di kota itu. Mungkin karena berada di ketinggian, sehingga iklimnya berhawa sejuk, maka masyarakat selama ini kurang memerlukan tanaman sebagai pelindung sengatan panas atau penghasil oksigen. 

Jadi jangan heran kalau sesungguhnya RTH yang ada di Kota Magelang tinggal Alun-alun, Badakan, dan Gunung Tidar. Itu pun bukan kreasi atau produk pemerintahan kota Magelang. Alun-alun dan Badakan adalah warisan pemerintah colonial Belanda. Sedangkan Gunung Tidar adalah hibah dari Akademi Militer (Akmil).
Beberapa ruang public justru ‘dijual’ kepada swasta dan jadi bangunan yang hanya bisa dinikmati elit Magelang, atau menjadi bangunan ekonomi yang gagal. Seperti Taman Gladiol yang berubah jadi komplek rumah mewah. Atau komplek shooping centre yang gagal mengundang warga untuk bershooping-ria. Atau bekas Terminal Tidar yang ‘ngonggrok’ karena gagal jadi komplek pertokoan. Kalau masyarakat Magelang, atau LSM-nya, cukup kritis, mestinya proses ‘penjualan’ atau pemindah- tanganan sarana public itu ke tangan swasta pantas dipertanyakan atau digugat.
Jadi bapak-ibu yang merasa mempunyai Magelang, bunga palstik bukan awalan yang mendidik. Itu artificial dan manipulative. Jangan-jangan nanti masyarakat berbondong-bondong menghiasi rumah dan halaman dengan bunga plastic meniru para pejabat dan elitenya (bolinks@2012).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar