Halaman
▼
Mei 24, 2010
MENIMBANG CAWALKOT MAGELANG 2010-2015 (01).
Oleh: Mualim M Sukethi.
Borobudurlinks, 24 Mei 2010. Beberapa hari lalu, Sutanto Mendut menulis pada status FB-nya: Nek jujur, cawalikodya Mgl konco kabeh, gek jaman SMP/SMA rata2 bijine 6 (enem), pas-pasan. Nek ngono golput wae, po meneh wargane adem2, sing semangat mung tim sukses mie instant crut... (Kalau mau jujur, cawalikodya Mgl teman semua. Ketika jaman SMP/SMA rata-rata nilainya 6 (enam), pas-pasan. Kalau begitu (kita) golput saja. Apalagi warga Mgl adem ayem, yang semangat hanya tim sukses (berkelas) mie instan…crut).
Ungkapan bernada pesimis itu kiranya menarik untuk dikaji, karena lahir dari Sutanto Mendut, seniman/budayawan asli Magelang, yang relative sepanjang 30 tahun terakhir berkiprah dalam kegiatan social-engineering (rekayasa social), khususnya melalui media senibudaya di Magelang dan sekitarnya. Tentu, Sutanto yang diakui memiliki visi membumi (local) sekaligus nasional/internasional sesuai kiprah kebudayaannya, tidak secara gegabah mengungkapkannya, kendati juga tidak cukup valid untuk dibenarkan begitu saja.
Bagaimana pun juga, pesimisme Sutanto itu bisa digunakan sebagai entry-point untuk membuka dan menilai kualitas dan kapabilitas masing-masing cawalkot. Lewat tulisan ini, penulis ingin mengajak pembaca mencermati beberapa parameter untuk menilai kualitas mereka, seperti latar pendidikan, kompetensi, kinerja, seta VisiMisi dan program yang mereka tawarkan.
Tentu penilaian ini mengandung berbagai kelemahan. Mengingat bahan untuk penilaian itu didapat lewat media yang terbatas, seperti media kampanye yang mereka buat, internet, website yang dibuat khusus untuk pilkada Magelang, dan program kampanye (off-air) yang mereka lakukan selama masa kampanye berlangsung, dll.
PENDIDIKAN.
Dilihat dari tahun kelahiran masing-masing calon, dan sekolah tempat mereka menimba ilmu, tidak semua cawalkot satu angkatan dengan Sutanto. Jadi, soal prestasi akademis semasa SMP/SMA itu menjadi penilaian subyektif Sutanto, apa pun alasannya.
Dari penelusuran terhadap biodata para calon, yang pasti bisa dinilai adalah gelar dan kompetensi masing-masing yang cukup memadai. Kandidat nomer 1, Drs. Koentjoro bergelar S1 dari Fak.Sospol Universitas Gajah Mada (UGM). Sementara pasangannya Rahajeng Enny Rahayu bergelar SPd (sarjana pendidikan, namun tak jelas dari perguruan tinggi /PT mana). Kandidat nomer 2, Dr. Budi Prasetyo SE MSi, gelarnya cukup meyakinkan. S1 dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), S2 dari UGM, dan S3 dari Universitas Airlangga Surabaya (Unair). Sedangkan pasangannya, Kholid Abidin bergelar sarjana teknik (ST) dari UTM (Universitas Tidar Magelang).
Sigit Widyonindito, sebagai kandidat ke 3, bergelar S1 teknik (ST) dari UTM, dan S2 dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Pasangannya, Joko Prasetyo, baru saja meraih gelar sarjana politik, juga dari UTM. Yang mencantumkan gelar dari manca negara adalah kandidat ke 4, Budiyarto. Namun bukan gelar akademis, melainkan gelar haji yang diperoleh dari Arab Saudi. Pasangannya, Titiek Utami bergelar sarjana social (SSos), tapi juga tidak mencantumkan gelar itu didapat darimana.
Dari akun Facebooknya, Budiyarto mencantumkan pernah kuliah di AKUB (Akademi Uang & Bank) dan UT (Universitas Terbuka). Tapi juga tidak ada informasi lebih lanjut, apakah tokoh yang akrab dipanggil Budi Mitas ini menyelesaikan pendidikannya. Sekedar diketahui, tahun 70-an, di Magelang hanya ada 2 (dua) kampus/PT, yaitu AKUB dan UGM Cabang Magelang. Baru di akhir 70-an, berdiri UMM (Universitas Muhamadiyah Magelang) dan UTM.
Kalau dilihat sepintas, maka pasangan Budi Prasetyo-Kholid Abidin (Sendhiko) memiliki tingkat keterdidikan paling tinggi. Sedangkan pasangan Budiyarto-Titiek Utami menduduki posisi paling buncit.
KOMPETENSI.
Selain keterdidikan yang tinggi, pasangan Sendhiko dianggap memiliki tingkat kompetensi yang tinggi pula. Budi Prastyo, selain bergelar doctor ilmu administrasi, juga berkarir sebagai birokrat di lingkungan Pemkot Magelang sejak tahun 1985, hingga posisi terakhir sebagai Sekretaris Kota Magelang. Pasangannya, Kholid Abidin, seorang sarjana teknik sekaligus anggota DPRD Kota Magelang.
Jadi selain memiliki kompetisi yang memadai, pasangan ini tergolong ideal. Budi Prasetyo seorang administrator, sementara Kholid Abidin berpengalaman sebagai profesional. Maka tidak heran kalau pasangan ini berani menawarkan slogan: “Serahkan Pada Ahlinya’.
Sebagai eksekutif Budi Prasetyo tentu butuh pengaman dari kalangan legislative, sesuatu yang bisa diberikan oleh Kholid Abidin yang berasal dari Partai Demokrat sebagai partai dengan jumlah kursi cukup besar di DPRD. Apalagi pasangan ini juga didukung oleh PPP, PDS, Gerindra, dan PDK.
Dalam hal tingkat kompetensi, yang bisa menandingi pasangan Sendhiko adalah pasangan Sijoli atau akronim dari Sigit Widyonindito dan Joko Prasetyo, yang populer dipanggil Joko Cilik. Pasangan yang diusung PDIP, PAN, PKS, dan Hanura, ini selain memiliki keterdidikan yang memadai juga memiliki pengalaman birokrasi dan membangun (infrastruktur) sebuah kota.
Sigit yang bergelar Magister Teknik adalah mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU). Sedangkan Joko Prasetyo, yang baru saja diwisuda sebagai sarjana politik UTM, juga anggota DPRD dari PDIP. Jadi seandainya Sigit terpilih, program-programnya sebagai eksekutif bisa didukung oleh anggota legislatif yang berada di belakang Joko. Karena Joko, selain anggota DPRD, juga tercatat sebagai Ketua Anak Cabang PDIP Magelang Selatan. Sebagai kader PDIP Joko juga meniti karir politik lewat berbagai ormas kepemudaan di kota itu.
Kendati tingkat pendidikannya tergolong paling rendah, pasangan Budiyarto dan Titiek Utami SSos, justru memiliki keunggulan dalam hal pengalaman di berbagai posisi birokrasi. Budiyarto adalah purnawirawan TNI, dengan pangkat terakhir Mayor. Selain berkarir di kemiliteran, ia sempat diperbantukan mengurus bagian protokoler Pemprov Lampung semasa Gubernur Pradjono Pranyoto. Ia memutuskan pensiun dini, saat ditarik oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menjadi Sekretaris Pribadinya, jabatan yang ia sandang hingga 10 tahun (1997-2007).
Dengan berbagai pengalaman di berbagai posisi jabatan, Budiyarto dianggap bukan sebagai jago kandang. Apalagi selama 10 tahun memegang jabatan setrategis sebagai sekretaris pribadi gubernur DKI Jakarta, Budiyarto dianggap memiliki jaringan relasi yang luas. Hal ini berkaitan dengan harapan untuk menarik investor.
Dukungan Titiek Utami, yang tercatat sebagai Ketua DPC Partai Golkar Kota Magelang tentu sangat berarti. Kalau Budiyarto terdidik dalam disiplin militer, Titiek Utami cukup kaya pengalaman berorganisasi.
Pasangan Koentjoro-Enny , yang terdaftar sebagai calon independen, mungkin tergolong paling minim kompetensinya. Keduanya memang memiliki pengalaman yang kaya sebagai pendidik dan akademisi, tapi pengalaman mengelola organisasi atau hal-hal yang berkaitan dengan birokrasi tergolong miskin.
Selain sebagai pendidik, bekal kompetensi yang ditawarkan pasangan ini adalah disiplin ilmu politik yang dimiliki Koentjoro, serta pengalamannya dalam beberapa organisasi: Menwa, KNPI, FKPPI, AMPI, dan Golkar. Sedangkan Enny, selain menjadi Kepala Sekolah sebuah SMK, juga pernah tergabung dalam Tim Penggerak PKK, dan Sekretaris Dharma Wanita Kopertis Wilayah IV. Sayang informasinya tidak menjelaskan apakah keduanya memiliki posisi menentukan dalam berbagai organisasi itu.
KINERJA.
Memang terlalu dini untuk menilai kinerja cawalkot Magelang, apalagi kalau dikaitkan dengan kiprah mereka dalam mengelola pemerintahan. Mungkin yang bisa kita nilai adalah kiprah atau kinerja mereka dalam lingkup professional, atau dalam bidang pelayanan masyarakat sebelum masa pilkada ini berlangsung.
Di era internet atau komunikasi digital sekarang ini, untuk mencari informasi tentang kiprah atau kinerja seseorang bukanlah sesuatu yang susah. Tinggal buka google atau yahoo, lalu tulis nama yang dicari dan klik, maka akan keluar sekian puluh entry yang memberitakan kiprah orang yang dicari.
Namun ketika penulis mencoba membuka kedua situs pencarian itu, yang muncul adalah berbagai berita sesudah para cawalkot dan pasangannya mencalonkan diri. Dimulai saat deklarasi dan pendaftaran pencalonan, hingga berbagai kegiatan kampanye sesudahnya. Hampir tidak ditemukan nama-nama para kandidat itu sebagai subyek atau sumber berita pada masa-masa sebelum mereka mencalonkan diri.
Kalau toh ditemukan, relative hanya dua nama yaitu Budi Prasetyo dan Sigit Widyonindito. Itu pun berita-berita yang bisa dikonotasikan negative. Yaitu seputar keterlibatan Budi Prasetyo, selaku Sekda Kota Magelang, dalam kasus tertundanya lelang pembangunan Pasar Rejowinangun. Pada salah satu berita disebutkan bahwa Budi Prastyo akan diperiksa menyusul beberapa pejabat terkait lainnya yang sudah diperiksa Polda Jawa Tengah. Bahkan sebuah LSM menempatkan Budi Prastyo sebagai salah satu calon kepala daerah yang bermasalah (hukum).
Sedangkan nama Sigit Widyonindito muncul dalam beberapa berita seputar pembangunan sarana dan prasarana fisik di kota Magelang, termasuk penundaan pembangunan Stadion Madya di Sanden, Magelang Utara. Apakah Sigit terlibat dalam indikasi korupsi seputar pembangunan stadion itu, seperti yang membelit beberapa pejabat pemkot Magelang ? Wallahualam….
Yang pasti saya belum menemukan berita yang mengindikasikan hal itu. Ia hanya menjelaskan pembangunan stadion itu yang tertunda, antara lain disebabkan kekurangan dana.
Selain itu, nama Sigit juga muncul dalam kapasitasnya selaku Satker PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) ketika meresmikan TK Trisula, yang pembangunannya dibiayai program pemerintah pusat itu. Dalam hal ini posisi Sigit termasuk yang paling diuntungkan. Sarana dan prasarana fisik di kota Magelang yang tergolong rapi bisa diaku sebagai bukti kinerja atau prestasinya
Nama Budiyarto juga tidak ditemukan kiprahnya sebelum maju mencalonkan diri sebagai cawalkot. Hal ini cukup mengherankan, mengingat posisinya sebagai sekretaris pribadi (sekpri) Gubernur DKI yang tak pernah sepi berita. Mungkin karena posisi sekretaris pribadi ini bersifat non-struktural, tidak tercatat secara resmi dalam struktur organisasi Pemprov DKI Jakarta.
Sebagai sekpri, Budiyarto diangkat, diberhentikan, dan digaji oleh Sutiyoso sendiri, yang notabene adalah kakak iparnya. Mungkin karena hal itu maka wartawan atau media kurang begitu memperhitungkan posisi mantan pemain band ini. Sebagai pengusaha, lewat PT Gladiola, kiprah dan kenerja Budiyarto juga tidak pernah tercatat dalam pemberitaan media massa.
Sebagai pendidik dan akademisi, nama Koentjoro tak pernah tercatat pada mesin pencari google atau yahoo. Biasanya seorang akademisi akan menjadi sumber berita atau narasumber saat menulis dan melaunching buku, mempublikasikan hasil penelitian, atau menjadi pembicara seminar/diskusi.
Jadi, kalau nama Koentjoro tak ditemukan, maka kemungkinan ia memang tidak pernah memiliki prestasi sebagai akademisi. Atau, karya akademisinya tidak begitu penting, sehingga tidak mengundang media massa untuk memberitakannya.
Google atau yahoo juga tak mencatat deretan nama calon wakil walkot. Bahkan Kholid Abidin, Joko Prasetyo, dan Titiek Utami, yang tercatat sebagai anggota DPRD atau aktivis partai tak tercatat kiprahnya pada beberapa kasus sensitive menyangkut nasib rakyat Magelang. Misalnya, kemana mereka dan apa kontribusinya saat pedagang Pasar Rejowinangun mengadu karena terkatung-katungnya pembangunan pasar itu?
Hal itu tentu sangat disayangkan, sebagai wakil rakyat atau aktivis partai yang seharusnya pro-rakyat, ternyata tak pernah jelas kiprahnya dalam membela kepentingan rakyat. “Nyaris Tak Terdengar,” meminjam slogan iklan otomotif yang cukup popular. (BERSAMBUNG/ bolinks@2010).
Buang Warsito:
BalasHapusJelas, ini informasi yang penting banget diketahui oleh Seluruh Warga Kota Magelang, yang tentu saja berpeluang paling besar untuk menentukan Pasangan mana yang pantas mewakili mereka di 5 tahun kedepan.. Warga Magelang, pilih dengan hatimu.. APAPUN YANG DILAKUKAN DENGAN HATI, AKAN MENYENTUH HATI..
Oet Kusmiadi:
BalasHapusMualim M Sukerhi >> dalam bagian akhir tlisan anda. (...yang tercarat sebagai anggota DPRD atau aktivis partai tak tercatat kiprahnya pada beberapa kasus semsitive menyangkut nasib rakyat Magelang. dst-nya)
---terang saja belum ketahuan kipahnya. lha sekarang kan baru mau melamar kerja jadi Walkot? nanti kalau sudah diterima, baru ada kiprahnya. Seperti pekerja bangunan lainnya : melamar dulu, diterima, baru angkut-angkut batu. hehehe. (Salam nggo jenengan sak keluargo & Mas Tanto Edan)
Herry Suprihanto:
BalasHapusInformasi ini jelas sangat penting bagi masyarakat magelang yg akan menentukan pilihan atas pimpinan mereka..sehingga pada saatnya tidak hanya sekedar nyoblos. Tentu bekal akademik/pengalaman jabatan bukanlah segalanya...krn justru yg paling penting adalah akhlak...walaupun tentu tidak mudak mengukur akhlak seseorang...bisa jd akhlak seseorang baik... Lihat Selengkapnya...ytp setelah jd pejabat kadang2 berubah drastis...memang semua serba relatif. Tp setidaknya... bekal akademik maupun pengalaman dalam berkiprah dapat dijadikan salah satu tolok ukur bagi kandidat nantinya... apabila mereka benar2 terpilih...diharapkan dapat melaksanakan tugas dalam membangun magelang...
Berdasarkan pengamatan beberapa kali pemilu kada...ada terselip perasaan risau...khususnya untuk masyarakat awam pada umumnya...secara garis besar...mereka tidak terlalu paham masalah ini...mungkin krn memang tidak mengerti krn pengaruh maaf pendidikan yg relatif tidak tinggi...atau barangkali krn kurang informasi ( info lewat FB ataupun internet kan tidak familier untuk masy awam terutama klas bawah )...dengan demikian mereka tidak bisa mengukur... kandidat mana yg sebenarnya pantas untuk mereka pilih. Ukuran yg paling mudah mereka pergunakan biasanya... sejauh mana kandidat yg dijagokan bisa memberikan bantuan ( nyata ) kepada mereka...instan. Kalo sdh begini kan urusan jd lain...artinya lebih banyak ditentukan dari kekuatan modal masing2 kandidat...HASILNYA ??????
Kalo menurut hemat saya sih...justru kandidat yg obral memberikan sumbangan kepada masyarakat ( materi )... malahan kurang menunjukkan itikad baik...krn secara kasar patut diduga...bahwa kandidat yg demikian sdh pake "Hitung-Dagang"...artinya setelah terpilih dan menjabat...logikanya ya pertama tama pikirannya mengembalikan modal...setelah itu ya berpikir tentu harus untung...buat apa susah2 kalo gak untung...yo wis embuh ah....
Gepeng Nugroho:
BalasHapusyang penting ada gedung kesenian ..... hehehehehe ... tapi kok ya belum ada yang berorientasi BUDAYA
Calon Independen Koentjoro Enny:
BalasHapusYang terhomart Muali
Assalamu'alaikum WR WB
Tulisan anda bagus tapi alah lebih bagus jika pisau analisis itu tak diawali dari sebuah asumsi. Kehabatan anda sebagai seorang penulis diragukan. Jika asumsi itu digunakan untuk menarik benang merah.
... Lihat Selengkapnya
Pisau analisis anda sangat dangkal dan menilai orang secara subjektif. Tapi kalau memang itu gaya tulisan anda saya maklumi.
Facebooker dan Mualim M Suketi yang saya hormati.
Kata orang bijak tulisan itu haruslah menginspirasi. Bukan untuk mencaci atau memblejeti. Bukan untuk memaki atau menyombongkan diri.
Dari sekian banyak catatan itu ternyata tak ada satupun logika yang bisa diterima akal sehat. Bagaimana mungkin itu menjadi sebuah pembenaran.
Jika mau menulis sebuah analisa Pilkada. tentunya yang berpihak pada masyarakat. bukan berpihak pada kepentingan dan ego anda. Semoga ini menjadi pendewasaan dalam tulisan anda. Benang merah dan inspirasi dari sebuah tulisan itu penting dari pada semua logika dan kalimat yang tak bisa dicerna
Mbilung Sarawita (01):
BalasHapusLhaaaaa ... aku seneng ... horeeee ... akhirnya ada juga Cawali yang menulis komentar ... eh, ya ... moga-moga komentar di atas bener-bener ditulis sendiri oleh Mas Kun & Mbak Eny, bukan (cuma) oleh Tim Suksesnya ... ;-) ....
Heheheee ... mungkin cara jitu untuk "memancing" komentar Cawali memang harus dengan tulisan yang bikin "sengkring" dulu ya... Lihat Selengkapnya ? ;-) :-) :-D
Di beberapa grup dan page di Facebook, dan tentu saja di Note saya sendiri, saya sudah memposting tulisan berjudul DOSA PANITIA PENTAS WAYANG KULIT (semua Cawali saya tag) ... Bahkan, di grup PILKADA BERSIH KOTA MAGELANG, saya menulis entry begini: Saya akan memilih calon yang berani janji: Kalau kelak jadi walikota / wakil walikota, akan meniadakan pagar-besi-keliling pada lokasi pentas wayang kulit di alun-alun, supaya rakyat kecil penonton-jelata tidak terhalang pandangannya ke arah layar ... heheheee ... sederhana sekali permintaanku ya ? ... ehm ... tapi, di... balik permintaan yang sepele ini sesungguhnya terkandung makna yang sangat dalam, yaitu: Kalau untuk hal sepele ini saja calon walikota / wakil walikota tidak mampu (atau tidak mau?) menghargai aspirasi wong cilik, alias mereka tetap senang dan nyaman dengan sistem protokoler neofeodalistik overdiskriminatif itu, maka kita jangan berharap banyak bahwa mereka akan mampu (atau mau) lebih nguwongke wong cilik dalam soal-soal yang lebih serius ... ;-) [May 12 at 3:24pm]
Kenyataannya, sampai hari ini (27 Mei, 05:10am), tidak ada satupun Cawali yang berkomentar ... jangankan berjanji, mengrkritik tulisan saya pun tidak ... Mungkin karena tulisan saya terlalu sopan ya ? Atau karena kontennya terlalu "sepele" alias "tidak penting" atau tidak bikin "sengkring" ?
Nah, mumpung ketemu Mas Kun & Mbak Eny di "rumah" Mas Mualim ini, saya pengin tanya (cukup satu kali lagi ini saja) : Kalau Mas Kun & Mbak Eny menjadi Walikota & Wakil Walikota Magelang, MAUkah panjenengan meniadakan pagar-besi-keliling pada lokasi pentas wayang kulit di alun-alun ?
Kalau atas pertanyaan itu panjenengan tetap tidak memberikan jawaban, berarti analisa Mas Mualim tentang panjenengan di jilid 02 note MENIMBANG CAWALKOT MAGELANG 2010-2015 ini sungguh MENDEKATI KEBENARAN ;-) :-p
Nuwun sewu Mas Kun, sebagai adik seperguruan panjenengan di kampus mBulaksumur (tunggal guru tunggal ngelmu ... heheheee ...), perkenankanlah saya urun wawasan (mumpung belum terlalu terlambat):
1.
Tampil sederhana itu bagus. Tidak obral janji itu bagus. TETAPI menanggapi aspirasi dan menjawab pertanyaan itu juga SANGAT PERLU. Aspirasi & pertanyaan kami-kami yang di Facebook ini TIDAK KALAH PENTING dibandingkan yang disampaikan oleh para hadirin di Hotel Borobudur, di Gedung Borobudur Golf, di Gedung Wanita dan di Gedung DPRD beberapa hari lalu. Tulisan-tulisan kami justru bersifat lebih langgeng dan lebih terbaca berulang-ulang dibandingkan berita-berita seputar visi-misi Cawali yang dimuat di koran-koran harian. Meskipun belum ada survey ilmiah, saya berani yakin bahwa calon-pemilih-pemula jumlahnya lebih banyak yang mengakses Facebook daripada yang membaca koran. "Bitingan"-suara dari kami dan para pemilih-pemula (meskipun kami bukan pengusaha-besar, pejabat, tokoh masyarakat) nilainya besok di TPS akan SAMA DENGAN "bitingan"-suara dari para bos yang kemarin hadir di gedung-gedung tersebut [satu orang satu suara]. Jadi, sebaiknya jangan menyepelekan aspirasi yang berkembang di Facebook, seberapa "sengkring"pun dan seberapa "sepele"pun diksi tulisannya. ;-)
Penthol Magelang:
BalasHapusndherek mangayu bagya kewala.. dhasaripun kula mboten gadhah hak nyoblos,tur alergi kaliyan politik.. panyuwun kula,mugi2 mbenjing ingkang kepilih saged dados pangarsa ingkang saged ngayomi lan ngangkat magelang,dados tata titi tentrem gemah ripah karta tur raharja..
Mualim M Sukethi:
BalasHapus@ Mas Buang. Pilih dgn HATI pilihan HATIMU, agar pilihan HATIMU itu tak akan menyakiti HATIMU selalu.
@ Mas Oet. Yang dimaksud bukan kinerja sbg walikota, tapi sbg pelayan masyarakat (birokrat), sbg anggota DPRD, atau aktivis kemasyarakatan. Misal Obama sebelum jd presiden, sdh terekam jejaknya sbg aktivis pembela hak2 rakyat marjinal. Atau spt ... Lihat Selengkapnyakandidat Senen BP terekam aktivitasnya sbg Sekda, tp justru terlibat kasus Psr Rejowinangun dll.
@Mas Heri. Itulah realitas politik kita. Saya sekedar memberikan sumbangan info dan pemikiran, semoga bermanfaat.
@ Mas Gepeng. Ada yg sdh menjanjikan gedung kesenian. Baca selengkapnya (eps 02).
@Mas Mbilung. Dikomentari sekaligus dimarahi. Baru segitu kualitas calon pemimpin Magelang.
@ Mas Penthol. Suwun donganipun. Tp kenapa nggak nyoblos ?
Mualim M Sukethi:
BalasHapusYang Mulia Bapak Koentjoro, calon Walikota Magelang.
Maafkan kalau tulisan saya telah mengusik rasa intelektual Bapak. Saya memang bukan penulis HEBAT, karena saya memang tidak berpretensi ke arah itu. Tapi saya merasa kalau tulisan saya itu membawa MANFAAT. Buktinya dari puluhan penanggap tulisan itu, baik yg di wall mau pun ke ... Lihat Selengkapnyamessage, hanya Bapak yang tidak merasakan manfaatnya.
Saya juga bukan akademisi. Saya hanya penulis jalanan. Jadi maafkan saya kalau saya hanya membedah persoalan pilkada Kota Magelang itu berbekal analisa seadanya, bukan dengan pendekatan ilmiah metodis-teoritis, laiknya seorang akademisi seperti Bapak.
Sejak kapan asumsi dilarang sebagai titik tolak menganalisa sesuatu? Kalau Anda mencermati tulisan saya, dari awal saya menekankan asumsi Sutanto “tidak cukup valid untuk dibenarkan begitu saja”. Hanya saya gunakan sebagai entry-point… dst.
Selanjutnya, semua analisa saya berdasarkan fakta. Tentang pendidikan dan kompetensi, saya mengutip dari biodata kandidat yang tertera di walikotamagelang.com atau media cetak yang ada. Tentang pendidikan misalnya, kalau saya mendudukan pasangan Sendhiko, yang merupakan gabungan sarjana S3 dan S1, pada posisi yang tertinggi, apa salahnya ?
Tentang kinerja, saya coba cari dari google dan yahoo. Jadi kalau di mesin pencari itu nama Anda tdk saya temukan…ya jangan salahkan saya. Kemana Anda selama ini ? Buku apa yang pernah Anda tulis ? Penelitian apa yang Anda hasilkan ? Sebagai dosen, siapa anak didik Anda yg pantas dibanggakan ? Itu pertanyaannya.
Mengenai VisiMisi dan Program masing2 kandidat, secara umum, hampir seragam. Isinya standard, normative, dan tidak operasional. Dan saya tidak perlu membahas VisiMisi seperti itu. Kalau ada perbedaan, baru saya mempersoalkannya. Di mana keunikan, orisinalitas, keunggulan dan kelemahan program2 yang berbeda itu. Tentu berdasarkan pendapat saya pribadi.
Sedangkan VisiMisi Anda ? Saya sdh menyurati Anda untuk mendapatkan VisiMisi itu. Tapi apa jawaban Anda ? Karena saya bukan ahli ramal atau dukun, maka saya tak mau tebak2an ttg VisiMisi Anda yg singkat padat, sekaligus tdk jelas itu.
Saya memang tidak menawarkan teori yang muluk2 untuk menganalisa VisiMisi. Karena berbagai teori itu sdh inheren dalam pikiran saya. Tentu berakumulasi dengan pengalaman hidup beragam yang saya reguk sebagai penulis jalanan.
Kalau Anda keberatan dengan pendapat saya, sebagai akademisi, mestinya Anda bantah dengan argument yang sahih. Berdasarkan teori yang Anda yakini. Bukan asal ‘marah-marah’, tanpa menunjukkan mana pendapat saya yang dianggap keliru. Contohnya, Anda menuduh pendapat saya tidak berdasarkan logika. Pendapat atau kalimat mana yang menunjukkan hal itu ?
Di pihak mana saya berdiri sebagai penulis ? Tentu di pihak masyarakat Magelang yang akan menerima manfaat atau mudarat dari pilihan mereka. Saya sekedar member informasi tambahan, di mana letak keunggulan dan kelemahan masing2 kandidat. Bagi kandidat seperti Anda, anggaplah tulisan saya ini cermin untuk menilai diri sendiri, pantas atau tidak mencalonkan diri sebagai walikota.
Dari berbagai pendapat yang muncul, kiranya sudah bisa dibaca apakah tulisan saya itu bermanfaat dan menginspirasi masyarakat atau tidak. Kalau Anda meragukan tulisan saya, saya justru senang. Artinya Anda masih normal sebagai akademisi. Karena hakekat ilmuwan memang harus senantiasa meragukan dan mempertanyakan segala hal. Cuma saya agak curiga. Bukan keraguan terhadap tulisan saya, lalu mempertanyakan dan mengujinya. Tapi Anda ragu terhadap diri (dan kemampuan) Anda sendiri.
Semoga jawaban saya ini akan menjadikan Anda muda kembali. Sehingga lebih segar dalam berpikir dan berargumen.
Salam hormat,
MMS.
Wahyu Setiawardani:
BalasHapusaku mah yang penting pengen walikotanya untuk magelang bisa mengemban tanggungjawab buat rakyatnya...dan itu gak gampang lho....apalagi sekarang kan negara kita marak dengan banyak kasus,jadi jangan ngisin2ke wong magelang...apalagi kalo sampai terekspos scr nasional......walikotanya harus jujur,tanggung jawab,kreatif,wawasan luas ora kuper...tau ... Lihat Selengkapnyadr A sd Z ora mung ngerti duit duit...,imannya bagus,pinter bhs inggris krn mgl termasuk kota turis(ono borobudure..),amanah,merakyat...duh duh angel to...dadi pemimpin kalo kriterianya spt itu,tapi kalo bisa wah...huebat tenan...tak sembah saluuuuut...he he he