Halaman

November 24, 2009

GEDUNG BUNDAR, VILLA ISOLA DI MAGELANG.



Oleh: Mualim M Sukethi.

Borobudurlinks, 24/11-09.
Mendengar nama Villa Isola ingatan kita langsung melayang ke kota kembang, Bandung. Tepatnya ke sebuah gedung dengan facet berbentuk bundar, yang kini menjadi kantor rektorat UPI Bandung (d/h IKIP Negeri Bandung). Gedung yang berbentuk sama, hanya berukuran lebih kecil, ternyata juga ada di Magelang. Gedung itu bernama ‘Gedung Bundar’, yang terletak di jalan Sriwijaya, Magelang.
Gedung seluas 350 m2 yang berdiri di atas tanah 1705 m2, itu didirikan oleh Tan Gwat Ling, pada tahun 1934. Letaknya yang berada di jalan besar, serta bentuknya yang berbeda dengan bangunan modern di sekelilingnya, menyebabkan bangunan itu terlihat menyolok.
Kalau bangunan baru kebanyakan berbentuk kotak, maka gedung ini memiliki aksen bulatan pada 3 (tiga) bidang facetnya. Selain bentuknya, yang berbeda dari gedung itu adalah halamannya yang tergolong luas. Beberapa tanaman langka dan taman rumputnya yang terawat semakin menambah keindahan gedung itu.
“Paman saya memang meniru Villa Isola. Sebagai agen berbagai barang konsumsi, paman saya sering bepergian ke Bandung. Ia terkesan pada bentuk Villa Isola, dan kemudian menirunya untuk dibangun di Magelang, “ kata Dokter Oei Hong Djien, seorang pedagang besar tembakau dan kolektor lukisan terkenal, yang kebetulan adalah keponakan Tan Gwat Ling.
“Paman saya itu dulu agen teh, kopi, gula, tembakau, dll. Ia mempunyai toko di jalan Pasar No. 3, “ tambah Hong Djien, yang kini popular disebut OHD. Menurut Hong Djien, pamannya itu tergolong agen sembako yang besar. Sehingga tak heran kalau ia mampu membangun gedung yang dianggap paling megah di Magelang ketika itu.
Selanjutnya, Hong Djien menceritakan, saat balatentara Jepang datang gedung itu dirampas, sedang pamannya dijebloskan ke penjara. Kendati tak lama kemudian TanGwat Ling dibebaskan, gedung itu tidak otomatis kembali ke tangannya. Ketika Jepang berhasil diusir dari Magelang, dan pasukan pendudukan Belanda menggantikannya, gedung itu ikut diduduki Belanda. Baru kemudian tahun 1951, dikembalikan oleh pemerintah RI kepada pemiliknya.
Tan Gwat Ling kemudian menempati gedung itu. Ia memiliki dua orang anak, Yongki Hartanto dan Lily Swanto, yang kini tinggal di Jakarta. Tan Gwat Ling meninggal pada tahun 1969, sedangkan istrinya menyusul setahun kemudian.
Karena kedua anaknya tinggal di Jakarta, gedung itu sempat dikelola adik perempuan Tan Gwat Ling. Saat itu, sekitar tahun 70-an, adik perempuan Tan Gwat Ling menjadikan sebagian gedung itu sebagai kos-kosan.
Gedung itu hingga kini bentuknya masih asli, tak ada yang berubah. Kondisi fisik dan halamannya nampak indah dan terawat. Hal itu merupakan komitmen anak-anak dan keluarga besar Tan Gwat Ling untuk tetap mempertahankan gedung itu selagi mampu.
“Kami akan mempertahankannya sebagai heritage kota Magelang, “ kata Lily Swanto melalui telepon yang difasilitasi oleh Hong Djien. Keluarga Tan Gwat Ling menyadari kalau keberadaan gedung itu merupakan bagian dari jejak sejarah kota Magelang.
“Bulan Mei 2010, kami akan mantu. Sekalian reuni keluarga besar di gedung itu, “ ungkap Lily. Ia juga menambahkan, ia dan keluarganya selalu menginap di gedung itu kalau berkunjung ke Magelang. Terima kasih bu, warisan keluarga Anda sangat berarti bagi generasi penerus untuk mengingat sejarah kotanya. (bolinks@2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar