Halaman

Oktober 05, 2009

Wisata Kota Toea Magelang


Revitalisasi Jalur KA Magelang-Yogyakarta (1)
oleh Sholahuddin al-Ahmed

Apakah mungkin jalur kereta api Magelang-Yogyakarta dihidupkan lagi? Itulah pertanyaan sederhana dan mendasar yang berkembang di masyarakat setelah wacana revitalisasi jalur KA dilontarkan Menteri Perhubungan Ir Jusman Syafei Djamal. Berikut laporan Wartawan Suara Merdeka Sholahuddin al-Ahmed seputar wacana tersebut.

Wacana mengembalikan kejayaan moda transportasi kereta api dari Magelang di Provinsi Jateng hingga Yogyakarta bagian dari DIY mungkin bukan hal yang baru lagi. Pada 2006 lalu, wacana itu digulirkan oleh pemerintah pusat yang akan menghidupkan lagi sekitar 2.000 jalur KA di Jawa dan Sumatra.

Salah satu yang mendapatkan di sorot serius adalah jalur Bantul-Yogyakarta dan Yogyakarta-Magelang. Kini wacana itu digulirkan lagi, seiring dengan sudah terealisasinya jalur KA yang dahulu mati sudah dioperasikan lagi pada tahun ini, antara lain Sukabumi-Bogor dan Sukabumi-Bandung.

Sejak awal digulirkannya wacana itu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyambut positif bahkan siap menganggarkan dana pendampingan melalui APBD dan siap menghimpun investor. Wacana menghidupkan kembali jalur KA itu akhirnya hilang ditelan angin seiring makin berkembangkanya moda transportasi darat bus dan kendaraan bermotor.


Tahun ini muncul lagi wacana yang sama terlontar dari Menteri Perhubungan. Kembali ke pertanyaan awal apakah mungkin itu bisa terwujud?
Memang tak mudah menghidupkan kembali jalur KA yang telah lama mati. Jalur Yogyakarta-Magelang ditutup karena banjir lahar Merapi pada Maret 1974, saat itu jembatan Krasak dihantam lahar dingin.

Adapun jalur Palbapang Bantul-Yogyakarta, serta Ambarawa-Semarang ditutup April 1973. Jalur-jalur ini dahulu tak dibuka lagi karena alasan ekonomis serta seiring dengan berkembangkan moda transportasi darat yang lebih efisien.

Jika saja itu terwujud, jalur lama KA dihidupkan kembali ratusan kepala keluarga yang menempati tanah PT KAI tergusur. Ini akan menimbulkan persoalan, karena di tanah yang sebagian besar pinggir jalan itu menjadi penopang ekonomi masyarakat. Misalnya saja, sudah tertata apik pertokoan dan warung-warung.

Wacana ini juga langsung mendapatkan sambutan pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang sepakat dihidupkan lagi jalur KA karena akan meningkatkan daya tarik wisatawan.

‘’Ini seperti mengingatkan masa lalu, dahulu naik kereta api dari Magelang ke Yogyakarta. Kami rindu akan suasana seperti itu hadir kembali,’’kata Narto (48) warga Tidar, Kota Magelang.

Dia menyambut positif karena ada potensi yang bisa dikembangkan untuk menarik wisatawan domestik dan manca negara. Bahkan menurutnya, arus wisatawan dari Yogyakarta dimungkinkan akan semakin besar membanjiri objek wisata di Magelang dan sekitarnya.

Apa yang dikatakan Narto mungkin juga ada benarnya, namun demikian, wacana itu perlu kajian yang mendalam dari berbagai aspek, mulai sosial, ekonomi hingga pariwisata. Termasuk mengkaji apakah menggunakan jalur lama atau membuat jalur baru, bahkan jika memungkinkan mengkaji mono rel dengan kereta kecil yang menggantung di atas

Namun demikian berbeda yang diungkapkan oleh Sudarmo (30), yang tak rela usaha tambal bannya tergusur karena dihidupkannya lagi jalur KA. Dia mungkin saja mewakili ratusan warga lainnya yang menggantungkan penghidupan keluarganya dari usaha di atas tanah PT KAI. Belum lagi kepala keluarga lainnya yang membangun rumah di lintasa rel lama itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar