Halaman

Maret 21, 2013

SEGARNYA DAWET MAGELANGAN.


Oleh: Ika Fitriana.

Borobudurlinks, 21 Maret 2013
. Di tengah gempuran aneka jajanan modern saat ini, Dawet Magelangan masih tetap diminati masyarakat. Rasanya yang masih asli hasil racikan tradional membuat dawet ini tidak pernah ditinggalkan penggemarnya.
Semangkuk dawet yang konon sudah ada sejak 40-an tahun silam itu hanya dapat ditemukan di salah satu sudut Pasar Ngasem Kampung Djuritan Kota Magelang Jawa Tengah. Letaknya memang berada di gang sempit dengan lapak meja dan bangku sederhana, namun tidak pernah sepi dari pembeli.
Adalah Sukarti (55), penjual dawet legendaris itu yang selalu tersenyum ramah dan cekatan melayani pembeli. Perempuan paruh baya itu mengaku mewarisi resep Dawet Magelangan dari mendiang orangtuanya. Sampai sekarang, dia setia mempertahankan resep asli itu.
"Resepnya dari orangtua saya dulu. Yang penting adalah doa dan usaha. Kami selalu berdoa kepata Tuhan minta kekuatan, karena Tuhanlah yang menentukan nasib kita ke depan," katanya saat ditanya apa yang menjadi rahasia keawetan Dawet Magelangan, Sabtu (2/3/2013).
Sukarti mengisahkan, sebelum di Pasar Ngasem, dahulu orang tuanya menjajakan dawet di pinggir jalan sekitar Pasar Rejowinangun. Namun, karena suatu hal mereka pun pindah ke Pasar Ngasem sampai sekarang.
"Meskipun di sini tempatnya nylempit, tapi Alhamdulillah setiap hari pelanggan tetap banyak yang datang," ujarnya.
Sekilas, Dawet Magelangan tidak jauh berbeda dengan dawet pada umumnya. Seporsi dawet terdiri dari bermacam-macam bahan antara lain pleret, roti, cendol atau dawet, tape ketan, cincau hijau, gula jawa, dan santan segar. Semua dicampur menjadi satu mangkok ukuran sedang seharga Rp 2.000 per porsi.
"Sehari bisa habis sekitar 1 kilogram tepung dan 1 kilogram cincau hijau," imbuh ibu tiga anak ini.
Pembeli baru akan merasakan perbedaan antara dawet ini dengan dawet lainnya ketika sudah mencicipinya. Rasanya manis alami dari gula jawa menambah cita rasa cincau kenyal yang asli terbuat dari daun cincau hijau serta dawet yang lembut tanpa bahan kimia apapun. Inilah yang membuat pelanggan selalu ingin kembali lagi.
Dari hasil berjualan dawet itu, Sukarti mampu menghidupi ketiga anaknya. Apalagi sejak suaminya meninggal beberapa tahun silam, ia hanya bisa berjualan dawet. Setiap hari ia berjualan dibantu oleh anak ketiganya, Santoso (28).
Legendaris
Bagus Priyana, salah satu pelanggannya mengatakan rasa Dawet Magelangan khas dan berbeda. Menurut dia, dawet itu  mempertahankan keaslian bahan membuat jajanan tersebut tetap digemari.
"Tidak berlebihan kalau dawet ini tetap banyak penggemar meskipun makanan atau jajanan sekarang banyak sekali variasinya. Menurut saya sampai saat ini belum ada yang mampu menyamai kelezatannya," tuturnya.
Hal senada disampaikan Ahmet, warga Jakarta yang baru pertama kali mencicipi dawet itu. Ahmet mengaku tahu Dawet Magelangan dari kawannya yang tinggal di Kota Magelang.
"Kebetulan saya sedang ada acara di Magelang, kemudian diceritakan kawan, kalau ada minuman dawet yang enak banget dan legendaris. Langsung saja saya sempatkan datang ke sini dan ternyata kawan saya tidak bohong. Enak, seger dan alami," ujarnya. (Editor : Kistyarini/KOMPAS.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar