EMPAT PELUKIS MEMBACA BOROBUDUR.

Borobudur Links | Mei 21, 2010 | 00.25 wib | Label: Event and News


Borobudurlinks, 21 Mei 2010. Empat pelukis Magelang memamerkan karyanya di LimanJawi Art House, Wanurejo, Borobudur, Magelang, 23 Mei – 10 Juli 2010. Mereka adalah: Damtoz Andreas, Hatmojo Aka Daun, J. Sodick Ardhani dan Wahudi. Para pelukis ini melakukan pembacaan ulang atas Borobudur sesuai cara pandang personal mereka. Borobudur sebagai fisik dan ikon-ikon populernya dilihat lebih sebagai spiritnya, suaranya, dan pernik-pernik lain yang kadang terabaikan namun menggores batin.
"Karya-karya mereka seakan suatu cerita tentang situasi dan kondisi Borobudur secara luas, yang ditangkap dengan mata hati seniman dan kemudian dituangkan dalam lukisan," kata pemilik "Liman Jawi Art House Borobudur" Umar Khusaeni, di Borobudur, Kamis.
Karya mereka barangkali menjauh dari gambaran fisik Borobudur yang megah. Mereka mengambil tempat yang sunyi, namun itulah dunia kecil dalam tangkapan mereka yang tak bisa dilepaskan dari spiritualitas Borobudur yang tak bisa dibantahkan lagi.
Damtoz menampilkan kontras antara atmosfer global dan aura tradisional yang kadang menjadi satir melalui figur-figur close upnya. Hatmojo dengan cerdik menangkap momen-momen unik masyarakat desa. Sodick mengangkat kehidupan dengan gaya yang karikatural namun menyentuh, dan Wahudi mengeksplorasi media cat air untuk memotret manusia.
Pameran ini dibuka oleh pecinta seni dari Jakarta, Rahmat Bastian, pada tanggal 23 Mei 2010, jam 10.00. Pembukaan pameran yang akan dihadiri seniman, budayawan, dan penikmat seni dari beberapa kota ini juga akan dimeriahkan pementasan band asal Magelang, Paku Wojo Band, serta performance-art seniman lain dari Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI).
Pameran belasan karya lukis dengan berbagai objek Candi Borobudur dan kawasannya itu, kata Umar, sekaligus sebagai bentuk perenungan publik tentang Tri Suci Waisak. Peringatan Tri Suci Waisak yang dirayakan umat Buddha akan dilangsungkan di Candi Borobudur dan Mendhut, mulai hari Jumat, 28 Mei 2010 (HA/drh/bolinks@2010).

6 komentar:

  1. Membaca Borobudur dari tempat sunyi tak perlu bayar tiket, kita dipacu untuk harus bisa membaca Borobudur lebih cepat ketimbang para pengelola borobudur. Kita juga bisa memilih apa yang bisa kita baca dari Borobudur..Mau kamadhatu,rupadhatu ato arupadhatu..disesuaikan dengan kemampuan harddisk kita...

    BalasHapus
  2. Ifat Irmawan:
    selamat "membaca", untuk teman-teman pelukis dan pecinta seni di Borobudur. Semoga selalu semangat untuk terus berkarya :-)

    BalasHapus
  3. Mualim M Sukethi:
    Mas Hardi, tiada hari berlangsung tanpa kesenian di Mgl. Titien, kalau pulang bawa 'bacaan' ya buat tmn2 di mBudur.

    BalasHapus
  4. Edi Purnawadi;
    wah dasyat, semoga magelang terus berdenyut dalam keseniannya, bravo kesenian .......

    BalasHapus
  5. Seni bagaikan denyut nadi di diri manusia.saat denyut itu masih terasa, saat itu juga kehidupan masih ada.Meski lembut namun dampaknya sangat luar biasa. bayangkan apa yang terjadi bila denyutan itu 'absen' dari diri kita......Seni adalah denyut kehidupan...kehidupan di alam ini, meski halus dan seolah tak terasa namun sangat diharapkan untuk terus berdenyut....Denyutan itu tertuang dalam berbagaia hal dan bentuk...salah satunya adalah goresan-goresan di atas kanvas..teruslah berdenyut 'nadi' ku...teruslah..karena hanya dengan denyutan mu kehidupan ini menjadi lebih terasa indah dan halus, namun penuh makna....Selamat atas digelarnya pameran di LimanJawi Art House, Wanurejo, Borobudur. Semoga 'denyutan mu' akan menghidupkan banyak makhluk di muka bumi ini....

    BalasHapus
 
  • 1st
  • 2nd
  • 3rd
  • 4th
  • 5th

Home | Mobile Version | Seni dan Budaya | Manusia Kreatif | Acara dan Berita | Festival 5 Gunung | Networking | Wisata
(c) 2013-2016 Modus Getar | Powered by Day Milovich