Halaman
▼
Oktober 07, 2009
Wisata Kota Toea Magelang
Menembus Lorong Waktu KA Magelang-Yogyakarta (2)
Mengulang kembali kenangan masa lalu kejayaan jalur kereta api Magelang-Yogyakarta seperti tak ada habisnya. Apalagi yang bercerita adalah pelaku sejarah mantan kepala stasiun dan pegawainya. Untuk menemukan siapa mereka juga sulit, kebanyakan mereka sudah meninggal.
Untuk mengungkap sejarah itu dengan para pelaku yang masih ada sekarang, saya dibantu Koordinator Kota Toea Magelang Bagus Priyana. Setelah memetakan siapa yang diwawancarai dia bersedia mengantarkan ke rumah mantan kepala stasiun Kebonpolo Kota Magelang H Soepandji Bchk (85).
Dari obrolan panjang itu dia menyebut lagi mantan Kepala Stasiun Payaman H Oemar Said. Kebetulan rumahnya di Boton, Jl Merpati, Kelurahan Magelang, Kota Magelang. Dari wawancara dengan Oemar muncul lagi nama mantan Kepala Stasiun Blabak Ponimin, rumahnya di depan bekas Stasiun Blabak.
Dari orang-orang itulah saya dapat menulis kembali kenangan mereka tentang segala hal perkereta apian yang dibangun Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Ingatan mereka masih tajam, bahkan setiap kejadian hampir bisa menyebutkan tahunnya.
Kami juga tak hanya mewawancarai mereka, tapi meminjam dokomen foto pribadi atau surat-surat penting, kemudian kami protret dan abadikan. Sungguh luar biasa dan menarik ketika semakin menyelami cerita masa lalu kejayaan kereta api.
Sore itu ketika kami datang ke rumah Soepandji yang berada di Jl Urip Kusumohardjo, tepat bersebrangan dengan Stasiun Kebonpolo dan sebelahnya Pasar Kebonpolo. Rumah sederhana itu depannya tertempel papan Ketua Persatuan Pensiunan Karyawan Kereta Api (Perpenka). Dialah Ketua untuk wilayah Magelang Kota dan Kabupaten.
Hal yang paling menyedihkan selama dia menjabat sebagai Kepala Stasiun adalah rasionalisasi pegawai. Setelah kemerdekaan, pernah ada rasionalisasi pegawai besar-besaran, dari 100 orang tinggal 46 orang pegawai.
‘’Memang saat itu ada efisiensi pegawai agar perusahaan tak terus merugi. Ada juga yang dipindah dan ada juga yang dipensiunkan dini,’’katanya.
Dia merasa sangat kehilangan dan kasihan dengan mereka yang harus dipensiunkan dini. Dia belum bisa menceritakan kereta api pada saat penjajahan Belanda. Dia mulai kerja sebagai pegawai KA saat penjajahan Jepang perusahaanya disebut Rikiyu Sokiyaku.
Berdasarkan cerita yang berkembang saat itu, menurutnya, manajeman pengelolaan perusahaan kereta api lebih bagus Belanda ketimbah Jepang. Bahkan sebagian aset-asetnya dibawa ke luar negeri atau ke luar Jawa.
‘’Administrasi yang digunakan pegangan sesuai dengan patokan Belanda. Kami sangat kagum dengan model pakem dan standart administrasi yang digunakan, dan itu belum ada yang menandingi,’’katanya.
Sampai dengan kode-kode lokomotif yang diciptakan sangat rapi. Jepang hanya melanjutkan saja. Dia mencontohkan untuk roda penggerak kereta dengan tiga roda besar atau gardan dikategorikan dengan huruf C. Kemudian untuk roda penggerak berjumlah dua dikategorikan B dan roda penggerak empat disebut D. Setelah huruf diikuti dengan nomor seri kereta.
‘’Semakin banyak roda penggeraknya maka kereta akan bergerak lebih cepat. Dan biasanya untuk rel kereta jalur Magelang-Yogyakarta seluruh rangkaian kereta berbobot 120 ton,’’katanya.
Untuk jalur dengan tanjakan seperti Secang-Ambarawa, dia menceritakan bobot keretanya hanya 65 ton. Ini lebih kecil karena hanya menggunakan satu rel dan melewati daerah tanjakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar