Ki Sambi.
Borobudurlinks, 18 Januari 2011. Kendati berusia 65 tahun, fisiknya masih nampak kekar dan sehat. Itulah sosok Sambianto, atau lebih popular dipanggil Ki Sambi, ketika ditemui di kios keris dan barang antic di pasar penampungan Magelang. Saat disampaikan tentang ribut-ribut siapa penemu wayang gethuk, ayah 4 anak ini dengan tegas mengatakan, “Saya yang pertama membuat wayang gethuk pada tahun 2004. Saat itu Mas Untung Laluna mengajukan ide untuk membuat seni yang khas Magelang. Lalu saya tawarkan ide wayang gethuk”.
Ki Sambi mengajukan ide wayang gethuk karena teringat makanan kesukaan anak-anak ketika ia masih kecil, berupa tokoh-tokoh wayang terbuat dari lempengan gethuk yang dibakar. “Makanan itu sering dibawa ayah saya sepulang dari pasar, “ kenang Ki Sambi tentang masa kecilnya sekitar tahun 50-an, di kampung Magersari, Magelang Selatan.
Sementara Untung Laluna (40 th), yang juga kelahiran Magersari, menyetujui untuk mengangkat karya seni berbahan gethuk, karena makanan itu terkenal dan identik dengan kota Magelang sebagai ‘kota gethuk’. “Selain itu saya juga terilhami wayang suket kreasi Slamet Gendono, yang sering saya tonton ketika saya kuliah di Solo, “ imbuh Untung, lulusan Fakultas Senirupa UNS Surakarta.
Kemudian kedua seniman itu membuat wayang dari gethuk seberat 2 kg yang dibeli dari tetangga Ki Sambi, yang biasa berjualan gethuk di pasar Rejowinangun Magelang. Untung membuat sketsa tokoh-tokohnya, sementara Ki Sambi mencetak dan membentuknya menjadi wayang gethuk. Tokoh dan karakter wayang gethuk relative baru karena berasal dari khasanah cerita local babad Magelangan, seperti ‘Dumadine Kutho Magelang’, “Madheging Gunung Tidar”, dll. Khasanah cerita kethoprak tahun 60-an, itu dikisahkan kembali oleh Ki Sambi, seorang pemain kethoprak yang kondang pada jamannya.
“Ketika aktif main kethoprak dulu saya biasa memainkan cerita-cerita itu, “ kata Ki Sambi, yang pernah menjadi anggota grup kethoprak Pancamurni, Pancabakti, hingga Sapto Budoyo, yang berjaya di Magelang era tahun 60-70an. Untung dan anak-anak seusianya sekitar tahun 80-an di Magersari masih mengenal Ki Sambi sebagai pemain kethoprak idola yang sering berperan sebagai jagoan alias hero.
Untung Laluna.
Wayang gethuk dipentaskan pertama kalinya, awal tahun 2005, di Gedung Kyai Sepanjang, Magelang. Saat itu Dewan Kesenian Kota Magelang (DKKM) baru terbentuk. “Kami merasa surprise disuguhi wayang gethuk, kesenian yang sebelumnya tidak pernah terdengar ada di Magelang, “ kata Drs. Budiono, Ketua DKKM.
Tahun 2005, ketika diundang panitia Festival Wayang Internasional di Jogya, Budiono menawarkan wayang gethuk mewakili DKKM. “Pementasan di Jogya cukup sukses. Sejak itu wayang gethuk eksis sebagai varian wayang khas Magelang, “ tambah Budiono. “Bahkan Sri Sultan HB X menganugrahkan penghargaan kepada untung sebagai penemu/pencipta wayang gethuk”.
Ketika ditemui di rumah yang kini ditempatinya di kampung Boton, Magelang Tengah, Untung memperlihat penghargaan dari HB X, itu bersama beberapa sketsa tokoh dan karakter wayang gethuk bikinannya. “Di rumah ini, dulu Ardi Gunawan sering datang. Ia juga meminta ijin untuk mementaskan wayang gethuk, “ kenang Untung, tentang temannya yang kini dikenal sebagai dalang wayang gethuk itu.
Ki Sambi juga ingat, dulu Ardi Gunawan mendatanginya di rumah usai pentas di Kyai Sepanjang. "Ia meminta satu wayang gethuk yang saya bikin. Buat contoh katanya, “ cerita kakek 4 cucu ini. Ki Sambi juga tak bisa menolak permintaan sesama seniman. “Pak Ardi itu kan juga sering ngajak anak saya pentas tari dan jathilan ”.
Intinya kedua seniman asli Magersari itu tak mencurigai itikad Ardi Gunawan. Mereka merasa semakin banyak orang mementaskan wayang gethuk akan bermanfaat bagi eksistensi buah kreasi mereka itu. Selain Ardi, seniman teater Gepeng Nugroho juga datang meminta ijin untuk mementaskan wayang gethuk dalam bentuk teater kontemporer.
Terbukti kemudian wayang gethuk diterima masyarakat Magelang, bahkan menjadi ikon budaya kota di lembah Tidar itu. Ardi Gunawan pun semakin teguh sebagai dalang wayang gethuk, dan menambahkan sebutan ‘Ki’ di depan namanya menjadi Ki Ardi Gunawan, layaknya dalang kondang.
Yang menggundahkan Ki Sambi adalah sejak pentas di Kyai Sepanjang itu ia tidak pernah diajak pentas lagi oleh Untung dkk. Bahkan pentas di Jogya itu dalangnya juga bukan dirinya. “Kami nggak ngajak Ki Sambi. Kemampuan dalangnya kurang kuat buat pementasan skala internasional itu, “ terang Untung memberi alasan. “Kami mengajak Ki Yanto, dalang yang berasal dari desa Tidar “.
Ki Sambi hanya melihat teman-temannya itu diwawancarai TV atau masuk Koran karena wayang gethuk. Ia juga nonton ketika di sebuah TV nasional, seorang turis bule belajar wayang gethuk pada Ardi Gunawan. Ia tak risau. Ia tetap menjalani kehidupannya sebagai pedagang keris dan barang antic. “Sesekali masih diundang pentas wayang gethuk. Tapi kecil-kecilan..di kampung, “ imbuhnya.
Selain berdagang keris, kakek yang nampak memiliki bermacam bakat seni ini juga membuat patung-patung kayu. “Patung-patung ini diambil seorang pedagang dan dijual ke Bali, “ katanya memperlihatkan contoh patung kayu bermotif primitive karyanya.
Mengenai pengakuan Ardi Gunawan sebagai pencipta wayang gethuk, apa tanggapan kedua seniman itu ? Untung sendiri tidak terlalu risau. Sebagai seniman kreatif ia terus berkarya, dan berpameran di berbagai kota. Ia hanya menyesalkan ulah temannya itu.
Sedangkan bagi Ki Sambi ? Tentu ia merasa kecewa, kok ada orang setega itu terhadap sesama seniman. Buat seniman sederhana seperti dirinya, pengakuan itu cukup penting. “Tapi sebagai orang kecil…saya bisa apa mas, “ keluhnya dengan lirih. (Mualim M Sukethi/bolinks@2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar